Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Akibat Kesombongan di Kutuk Menjadi Batu - Legenda Batu Batungkat

16 Agustus 2012   03:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:41 3520 10

Dua hari lagi libur, liburan Idul Fitri ditambah cuti bersama cukup memberikan waktu buat jalan-jalan. Kali ini tujuan saya adalah sebuah batu yang bentuknya menyerupai rumah, oleh penduduk di sekitarnya disebut Batu Batungkat (Ind: batu yang ditopang oleh tongkat). Asal mulanya batu tersebut adalah rumah orang paling kaya di kampung tersebut. Dikutuk menjadi batu akibat kesombongannya terhadap tetangga.

 

Batu Batungkat

Ceritanya dimulai ketika orang kaya tersebut mengadakan pesta. Sebagai persiapan ia memerintahkan orang-orangnya untuk memasak hidangan yang mewah, karena ia berencana mengundang orang – orang penting dan sesama orang kaya di tempatnya. Tidak jauh dari rumah orang kaya tersebut hiduplah sepasang  keluarga kurang mampu dengan dua anaknya. Keluarga itu tidak diundang karena dianggap tidak selevel dengan orang kaya teserbut. Karena tidak diundang maka pada hari itu ia cuma pergi ke ladang sebagaimana hari-hari biasanya, hanya kedua anaknya yang tinggal di rumah. Sebelum berangkat ke ladangnya ia berpesan kepada anaknya agar jangan ke tempat si orang kaya, ia tahu bahwa anaknya hanya akan jadi bahan olok-olokan dari anak-anak orang kaya itu. Tetapi sikap ingin tahu  anak-anaknya membuat mereka lupa pesan bapaknya. Karena penasaran mereka akhirnya bermain ke tempat orang kaya. Air liur mereka jadi menetes, melihat anak-anak orang kaya menikmati makanan yang enak, sementara perut mereka keroncongan. Kehadiran dua bocah lusuh tersebut kontan saja menjadi cibiran dan hinaan dari orang-orang, sampai puncaknya si orang kaya mengambil getah pantung dan membentuknya menyerupai kue. Diberikanlah kue tiruan tersebut kepada kedua bocah lusuh sekaligus mengusir mereka agar pulang ke rumahnya. Kedua anak tersebut pulang dengan hati senang karena mendapat kue. Sepanjang perjalanan pulang mereka mencoba memakan kue pemberian orang kaya, tapi tidak pernah bisa menggigitnya karena memang terbuat dari getah pantung.

Sore hari ketika orang tuanya pulang mereka memperlihatkan kue pemberian si orang kaya. Alangkah terkejut bapaknya, ia merasa sangat tersinggung anaknya diberikan makanan palsu. Baginya itu merupakan penghinaan terhadap keluarganya, karena itu ia bermaksud memberikan pelajaran kepada orang kaya itu.

Ia ingat di rumahnya ia memiliki peliharaan seekor owa-owa, diambilnya binatang tersebut lalu didandaninya, dipakaikan baju celana dan perhiasan. Pada malam hari saat pesta berlangsung dengan meriah, dilemparkanlah owa-owa tersebut. Melihat ada owa-owa yang berdandan, orang yang sudah mulai mabuk menjadikan owa-owa sebagai bulan-bulanan, mulai dari sekedar mengolok-ngolok, dijadikan bahan tertawaan sampai hinaan lainnya. Tiba-tiba cuaca yang semula cerah menjadi beringas, tanpa sebab hujan mengguyur deras dan petir sambung menyambung.  Akhirnya sebuah sambaran petir tepat di rumah pesta tersebut mengubahnya menjadi batu. Menurut cerita masyarakat di sekitarnya sampai beberapa tahun setelah itu masih sering terdengar pada saat tertentu suara riuh orang-orang berpesta.

Sebagai catatan, bagi masyarakat Dayak di tempat ini ada pantangan tidak boleh mendandani binatang sebagaimana layaknya manusia, karena akan berakibat alam akan ngamuk dan mengeluarkan amarahnya. Itulah adalah cerita tentang asal muasal batu batungkat yang saya dengar menurut penuturan dari mulut ke mulut.

Pemandangan dari atas batu saat hari cerah.

Dari atas batu ini menawarkan pemandangan yang menarik, karena alam di sekitarnya masih relatif asli. Tapi untuk mendatanginya lumayan jauh, yaitu sejauh kurang lebih 230 km dari Kota Pangkalan Bun, berlokasi di Desa Kubung, kabupaten Lamandau, Propinsi Kalimantan Tengah, dapat ditempuh dengan jalur darat dengan kondisi jalan hampir 80% sudah diaspal. Cuacanya yang sejuk membuatku suka mendatangi tempat ini. Untuk naik ke atas batu ini disediakan tangga yang bagian atasnya diukir berbentuk patung, terbuat dari kayu ulin.

 

Jalan menuju lokasi, sudah dihotmix

Ukiran Patung di bagian atas tangga

 

 

Ada syarat bagi pengunjung batu ini yaitu setiap datang ke tersebut, harus menyandarkan sebatang ranting atau kayu kecil sebagai tongkat penopang batu.  Dari sinilah nama batu batungkat ini berasal.

Tumpukan kayu-kayu kecil atau tongkat yang ditinggal oleh pengunjung, di salah satu bagian  batu yang menyerupai dinding rumah.

Sebelum berangkat liburan : kepada semua teman-teman yang merayakan,  saya mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf atas  kesalahan dan kekeliruan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.

Poto : dokumen pribadi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun