Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Stop Membudayakan Perilaku Kekerasan Seksual !

20 Mei 2019   20:12 Diperbarui: 20 Mei 2019   20:24 110 0
Kasus pelecahan seksual di dunia bahkan Indonesia semakin hari semakin meningkat, pelaku dan korban sendiri sekarang tidak melihat batas usia dan gender. Banyak korban pelecehan seksual adalah anak-anak, dan pelecehan serta pemerkosaan juga adalah anak-anak, serta tidak menutup kemungkinan bahwa korbannya adalah laki-laki. Hal tersebut terjadi karena budaya yang memicu sexual harassment sendiri dikulturkan oleh masyarakat, bahkan dianggap biasa, sehingga tanpa tersadar kebiasaan itu menjadi suatu peluang munculnya sexual harassment. Sedangkan ketika ada sebuah kasus pelecahan seksual ujungnya adalah perdamaian. RUU Penghapusan Kekarasan Seksual seolah tidak bisa menjawab atas beberapa kasus yang terjadi, terutama jika korban adalah perempuan, hal tersebut dikarenakan untuk mengajukan sebuah banding harus ada bukti dan saksi, dan visum et psikiatrum dirasa tidak kuat untuk mengajukan sebuah banding, seperti pada kasus Agni kemarin perlu adanya visum et repretum, dan keterangan saksi juga tidak cukup. Sangat sulit mendapatkan bukti kekerasan fisik saat pelecahan seksual itu terjadi, dikarenakan sebuah pelecehan seksual misalkan cat calling, menyentuh bagian sensitif, tidak selalu menimbukan sebuah bekas. Jadi salah satu jalan untuk menekan angka pelecahan seksual adalah menghapus budaya yang menjadi cikal bakal sexual harassment.

Berikut ini adalah beberapa budaya yang sering kita remehkan, padahal tanpa sadar inilah yang membudayakan kasus pelecahan seksual tersebut :

1. Cat Calling
Cat calling merupakan sebuah panggilan atau candaan yang berbau seks, seperti misalkan "Hai Veronica, kamu tambah lama tambah semok aja ya...", atau bercanda dengan teman dengan menyebutkan bagian intim. Pemakluman-pemakluman seperti inilah yang membuat kasus pelecehan seksual sulit diidentifikasi derajat kebangsatannya, padahal cat calling dapat menjadi faktor munculnya pelecehan seksual. Pemikiran yang bebas dan tidak tahu tempat inilah yang membuat adanya kebebasan berfikir yang mengarah kepada harassment. Jika cat calling ditoleransi, budaya ini akan terus berkembang menjadi kasus sexual harassment.

2. Pacaran Nakal
Pada zaman sekarang ini,pacaran seolah sudah dicap halal, sehingga sang pacar bisa melakukan apa saja untuk memuaskan nafsu kebangsatannya. Seperti ciuman, meremas bagian bokong atau payudara, pelukan, yang seolah membentuk sebuah presepsi bahwa ketidak toleransian hanya sebatas pada hubungan intim saja. Inilah yang kebanyakan menjadi faktor kasus pelecehan seksual terjadi, karena toleransi pada saat pacaran.

3. Labeling that So Sexiest
Labeling atau panggilan atau cap kepada seseorang yang menuju pada pelecehan atau diskriminasi gender, misalkan "Bokep" atau "Semok", "bencong" atau "letoy". Hal tersebut juga memicu pelecehan seksual itu terjadi.

4. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual langsung, misalkan memeluk, meremas payudara, menyentuh bokoh, dan pemerkosaan.

5. Perasaan Punya Hak Atas Perempuan
Ketika menikah rata-rata laki-laki semena-mena dengan kaum perempuan, seolah mahar yang diberikan adalah sebuah uang yang bisa membeli perempuan, sehingga kekerasan baik fisik, batin dan seks pada perempuan itu terjadi. Seolah pernikahan dipandang sebagai suatu agenda yang menjamin bahwa laki-laki bisa seenaknya dengan perempuan, inilah pemicu kekerasan dalam rumah tetangga dan seksual itu terjadi. Bahkan ada banyak kasus dimana perempuan seolah diperkosa oleh suaminya sendiri.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun