Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Filosofi Gemblong dan Masakan Padang

12 April 2010   05:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:50 984 0
Dua Minggu ini, cerpen Kompas Minggu membahas tema makanan. Itu menurut saya. Sangat bertema ringan tetapi perlu dipikirkan secara mendalam. Ya minimal perlu direfleksikan. Postingan ini mencoba membahas ke arah sana karena saya melihat ada satu garis kesamaan antara cerpen karangan Abba Mardjani dengan karangan Adek Alwi. Yakni kejujuran. Uniknya kedua cerpenis tersebut mengemas pesan kejujuran dalam lanskap makanan daerah yang berbeda. Maksudnya, berbeda dalam bentuk dan citra makanan tersebut. Gemblong. Ada yang tahu makanan ini? Menurut saya, mungkin hanya diketahui oleh masyarakat yang bermukim di pulau Jawa. Atau, sebagian orang yang pernah tinggal di pulau Jawa ini. Gemblong berbentuk penganan (jajanan pasar) yang terbuat dari adonan singkong. Penganan ini akan disajikan dengan lumuran saus gula aren. Menurut saya, ternyata rahasia enaknya Gemblong bukan terletak pada bahan pembuatnya tetapi pada orang yang meraciknya. Ini yang saya simpulkan dari cerpen karangan Abba Mardjani. Dalam cerpen ini, pembuat dan pedagang Gemblong keliling kampung merupakan tokoh utamanya. Saya sebagai pembaca awalnya tidak tahu apa yang diributkan oleh Masdudin dan Asyura. Setelah tahu, saya bertanya "mengapa Masdudin kangen dengan Gemblong buatan Mak Saniah". Apakah karena Asyura membiasakan membeli Gemblong ketika Mak Saniah datang. Ternyata tidak. Penyebabnya karena tokoh utama dalam cerpen ini menangkap belas kasihan yang diberikan oleh Asyura sebagai suatu kepercayaan. Tidak ada rasa curiga apapun. Inlah sifat representasi orang jujur. Maka dari itu, Masdudin kangen terhadap Gemblong Mak Rsa. Ini buah kejujuran yang pertama. Buah kejujuran kedua merupakan balasan Mak Risa sendiri terhadap Masdudin dan Asyura. Walau tersenyum di bagian akhir cerpen, saya sedikit mengerti ternyata resep "Cara Bikin Kue Gemblong Mak Saniah" mengandaikan suatu prinsip "kejujuran harus dibalas dengan kejujuran". Kalau penganan Gemblong merepresentasikan citra makanan orang kecil di pulau Jawa, tidak dengan masakan Padang. Ya citra masakan Padang telah menasional, mungkin mendunia. Adek Alwi membahas masakan Padang dalam cerpennya. Walau dinarasikan dengan sederhana, cerpen ini agak filosofis. Selain filosofis, cerpen ini juga mengkaitkan pesannya dengan tema kekinian. Yakni korupsi. Walau citranya sudah tinggi, ternyata rahasia masakan Padang lagi-lagi berada pada siapa yang meraciknya. Nantinya, orang yang memakannya juga akan mampu menjaga nafsu perutnya. Hubungan yang mantap. Simak penggalan cerpen Adek Alwi:

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun