Mohon tunggu...
KOMENTAR
Worklife Pilihan

Salah Jurusan Belum Tentu Tersesat

5 Juni 2019   15:32 Diperbarui: 17 Juli 2019   09:56 150 3
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri di tahun 2017 pernah mengatakan, sekitar 37% angkatan kerja bekerja sesuai dengan jurusan pendidikan yang ditekuni. Artinya sebanyak 63% orang Indonesia bekerja tidak sesuai dengan jurusannya.

Pada tahun yang sama, hasil penelitian Indonesia Career Center Network (ICCN), total 87% mahasiswa salah memilih jurusan. Kuliah di jurusan A, bekerja di bidang B. Fakultas yang mereka tekuni selama 4 tahun tak berbanding lurus dengan profesi.

Bagi sebagian besar tenaga kerja yang memiliki banyak potensi, apa pun jurusan pendidikan yang dipilih tak memiliki pengaruh buruk pada perkembangan kariernya. Sebaliknya, mereka yang merasa salah jurusan kurang optimal menjalankan pekerjaannya.

Tulisan ini tak akan membahas tentang sistem pendidikan maupun penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Namun terkait ketidakcocokan antara pendidikan yang ditempuh dan pekerjaan yang dijalani benar ada di kehidupan kita sehari-hari.

Ada salah seorang kawan yang sempat menjadi seorang guru di salah satu lembaga belajar di Surabaya, Jawa Timur. Sebelumnya ia sempat berganti-ganti pekerjaan.

Ia memulai karier sebagai mekanik bengkel resmi dengan bayaran 100 ribu. Lalu menjadi teknisi eskalator yang hanya sebulan, dan buruh pabrik galvalum selama setahun. Namun dari semua profesi yang pernah ia geluti, profesi guru adalah yang terlama. Ia menjadi bagian dari dunia pendidikan sekitar 6 tahun lamanya.

Namanya Jemmy Aquriesta (29), begitu kira-kira yang tertera di kolom nama KTP-nya. Ia mengajar komputer dan robotika di sekolah-sekolah yang bekerja sama dengan tempatnya mencari rezeki kala itu.

Mulai dari siswa Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi anak didiknya. Namun akhir tahun 2018 ia memutuskan untuk ganti profesi. "Gajinya kecil dan kerjanya monoton" tegasnya menyebutkan alasan mengapa pindah tempat kerja.

Profesinya yang baru berkaitan dengan dunia kesehatan. Bukan menjadi dokter atau perawat, melainkan sebagai bagian administrasi gudang alat-alat kesehatan. Itu profesi yang bertolak belakang dengan hobi bermusik dan studi permesinannya di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Surabaya, Jawa Timur.

Ternyata petualangan karier anak sulung ini tak berhenti hanya sebagai Admin gudang.

Beberapa bulan kemudian Ia digeser ke bagian sales. Tentunya ini jadi tantangan baru lagi baginya. Apalagi ia memiliki sedikit kecanggungan berkomunikasi ketika dihadapkan dengan orang-orang yang baru ditemuinya. Belum lagi keluhan capek dari status Whatsappnya karena harus mondar-mandir memasarkan produknya ke luar kota hampir setiap hari.

Walau di awal proses untuk melaluinya terasa berat, bujang yang pandai main gitar ini sekarang jauh lebih bisa menikmati profesi barunya itu.

Sama halnya dengan Jemmy, Karno (27) pria berkacamata yang akrab disapa Cakno ini juga berprofesi sebagai sales. Pria kelahiran kota Lamongan ini bukan secara tiba-tiba bekerja sebagai sales. Karena seorang sales butuh kecakapan dalam berkomunikasi. Perlu keberanian tingkat dewa menghadapi pelanggan yang notabene adalah orang yang baru dikenal.

Selepas lulus SMK ia memang mendapat pekerjaan sesuai dengan jurusannya. Menjadi tukang las selama 3,5 tahun adalah awal kariernya. "Kotak panel listrik seperti ini yang aku kerjakan" tuturnya dalam bahasa Jawa sembari menunjukkan gambar kotak panel dari ponsel pintarnya.

Pasca jadi tukang las, karier pria humoris ini mulai tak sesuai dengan hasil studinya saat SMK. Waktu 3 bulan dihabiskannya menjadi mandor reparasi kapal di Pelabuhan Nilam, Surabaya, Jawa Timur. Ia tak ikut perusahaan, melainkan perorangan.

Baru setelah dari pelabuhan, pengembaraannya sebagai seorang sales dimulai. Butuh waktu 6 bulan bagi anak bungsu dari 4 bersaudara ini untuk mempelajari dunia pemasaran produk. "Aku nol tentang dunia sales" kata pria yang kedua orang tuanya telah tutup usia ini.

Serupa Jemmy, ia akhirnya juga bisa nyaman dengan profesinya saat ini. Di mana ia sekarang bergabung dalam sebuah perusahaan asuransi berinisial A di kota Surabaya.

Tanpa mereka sadari dari informasi yang penulis gali, ternyata pengalaman keduanya ada kemiripan. Sebagai bagian dari proses pendidikan, mereka pernah praktik untuk mengikir palu di masa SMK. Sekarang saat sudah bekerja, keduanya sama-sama berprofesi sebagai sales. Belum lagi zodiak yang juga identik yaitu aquarius.

Uniknya lagi, mereka juga masih memperjuangkan kelulusannya di tingkatan perguruan tinggi yang sama di Surabaya, tepatnya jurusan Teknik Informatika.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun