Mohon tunggu...
Drs. Komar M.Hum.
Drs. Komar M.Hum. Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Al-Izhar dan Fasilitator Yayasan Cahaya Guru

Berbagi dan Menginspirasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Timur Indonesia, Kami Saling Berbagi Pengalaman dan Harapan bersama Para Guru Papua

31 Maret 2018   02:17 Diperbarui: 3 Januari 2024   06:19 1075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi


Tanah Papua tanah yang kaya, surga kecil jatuh ke bumi.

Seluas tanah sebanyak batu, adalah harta harapan.

(Tanah Papua, Edo Kondologit)

Antara Harapan dan Keprihatinan

Mengawali Minggu pagi 25 Maret 2018, saat saya terbangun dan menoleh ke arah jendela berbentuk agak oval, di bawah sana terhampar gumpalan awan strato-cumulus laksana kapas mengapung di angkasa.  Ingin rasanya saya menyentuh untuk merasakan sensasi kelembutan dan membasuhkannya ke mukaku yang terasa penat, karena nyaris semalaman aku tidak tidur. 

Hanya sesekali mata ini terpejam, namun tidak bisa merasakan tidur yang sesungguhnya, karena posisi sandaran kursi tempat saya duduk, yang berada di sekitar pintu darurat, tidak bisa digerakan ke belakang untuk mengatur posisi yang nyaman. Jadi selama lima jam penerbangan saya harus duduk dengan tegak seperti postur tubuh anggota militer atau para yogi sedang bersemedi, termasuk saat mata mulai terpejam diliputi rasa kantuk dan lelah, karena telah menjalani hari demi hari dengan kegiatan yang sangat padat.

Selama lima hari saya berada di Wanayasa, Purwakarta sebagai Team Advance kegiatan Penelitian Lingkungan Aspek Sosial dan Alam (PLASA) bagi murid kelas XI SMA Al-Izhar tempat aku bertugas. Dilanjutkan tanpa jeda dengan kegiatan Pelatihan Guru Kebinekaan (PGK) di Jayapura selama tiga hari. Delapan hari yang melelahkan memang, tetapi cukup menantang karena membuka pengalaman dan wawasan baru, terlebih lagi pada kegiatan pelatihan ini aku bertugas sebagai koordinator yang bertanggungjawab terhadap keseluruhan proses dan hasilnya.

Puku 06.45 Waktu Indonesia Timur (WITA), awak pesawat Airbus A320-200 yang saya tumpangi mengumumkan bahwa beberapa saat lagi pesawat akan mendarat, penumpang dimohon untuk memasang sabuk pengaman, melipat meja di bagian depan tempat duduk, dan menegakan sandaran kursi. 

Saya tersenyum kecut, kerena sejak memulai penerbangan, sandaran kursi sudah tegak pernamen dan menyiksaku selama lima jam. Ketika pesawat mulai menurunkan ketinggian, kemudian  mengambil posisi miring dan memutar, dari balik jendela saya bisa melihat samar-samar hamparan danau Sentani yang sangat indah, dikeliling perbukitan dan pegunungan Cagar Alam Cyclops di sekitar Pesisir Utara Papua, yang memisahkan antara danau Sentani dengan samudera Pasifik. Air danau tampak berkilauan memantulkan sinar matahari pagi yang malau-malu memancarkan cahayanya karena terhalangi oleh gumpalan awan musim pancaroba.

Terlihat dari atas, topografi danau Sentani agak mirip danau Toba di Sumatera Utara. Perbedaannya adalah pada luas dan proses pembentukannya. Danau Toba seluas 1.145 km persegi (bandingkan dengan Singapura hanya seluas 716 km persegi), merupakan hasil erupsi gunung Toba Purba yang ketiga sekitar 74.000 tahun yang lalu. Sedangkan danau Sentani memiliki luas 104 km persegi, terbentuk karena proses penyusupan lempeng Pasifik ke lempeng Australia sehingga membentuk cekungan dan lipatan di Pantai Utara Papua.

Selama proses pendaratan pesawat, berkecamuk  perasaan yang tidak pernah aku alami sebelumnya, dalam rentang panjang pengalaman mendarat di berbagai wilayah baru, baik di Indonesia maupun di mancanegara. Terselip perasaan tidak percaya bahwa aku beberapa saat lagi akan  menginjakan kaki di Papua, provinsi  paling timur Indonesia, yang berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik, jantung geopolitik dan geostrategis dunia. Dalam pikiranku, seharusnya ibu kota negara kita dipindahkan ke timur sebagaimana Jepang pada zaman restorasi Meiji, telah memindahkan ibu kotanya tahun 1868 dari Kyoto di bagian tengah, ke Edo (Tokyo) di pantai timur Pulau Honshu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun