Kesukaan terhadap Mi Jowo khususnya mi godog, boleh dibilang sejak jadi  pelajar dengan seragam baju putih dan celana pendek biru tua. Kegemaran makan Mie Jowo tidak pernah sirna walau sudah pindah di tiga kota yang berbeda.
Awal tinggal di kota baru, tidak lepas dari perburuan akan Mie Jowo godog yang rasanya pas di lidah. Ukuran tak tertulis dan sulit digambarkan bagi penggemar Mi Jowo khususnya mi godog atau mi rebus.
Para pencinta Mi Jowo biasanya menunjuk ke warung tertantu. Walau mereka tidak pernah secara bersamaan jajan atau makan di warung mi yang dimaksud. Namun ketika dalam sebuah kesempatan resmi atau tidak resmi membicarakan Mi Jowo, rata-rata mereka menunjuk pada warung Mi Jowo yang sama. Tidak lain karena rasanya yang enak.
Ada rasa bangga saat berbagi pengalaman kulineran Mi Jowo kepada orang lain. Selain rasa juga untuk meramaikan warung penjualnya. Dalam pikiran tertulis bangga dengan produk Indonesia.
Namun masalah kebanggaan dan selera menjadi dua hal yang bertentangan dalam diri. Soal selera dan kesukaan terhadap mi godog atau mie rebus Mi Jowo sulit  dikendalikan.Â
Di sisi lain bangga akan mi tadi menjadi pupus manakala mengetahui negeri ini menjadi negara pengimpor gandum terbesar di dunia. Tepung gandum merupakan bahan utama untuk membuat mie. Hal ini yang membuat setiap kali menyantap mie godog atau rebus kesukaan, seolah mi itu berhenti di tenggorokan.
Kantor berita Antara (12/20) melansir catatan Kementan yang menyebut, sepanjang Januari sampai September 2020, impor tepung terigu Indonesia mencapai 8 juta ton. Tahun sebelumnya untuk periode yang sama impor gandum mencapai 8,37 juta ton.
Saat yang terpikir adalah mi kering instan, jajanan atau camilan anak-anak yang dijual di warung dalam kemasan plastik kecil tidak lebih besar dari kepalan tangan orang dewasa. Namun rupanya mides itu merupakan kependekan dari mi pedes atau mi pedas.