Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Duh, Namanya Jowo tapi Bahan Bakunya Impor

28 Maret 2021   12:52 Diperbarui: 28 Maret 2021   13:15 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ternyata apa yang saya pikirkan salah. Mi ini memang terasa lebih pedas karena oleh penjualnya ditambah cabe yang sudah dihaluskan. Tetapi bagi saya perbedaan miedes dengan mi umumnya terletak pada warna mi.

Mi berbahan dasar tepung gandum nampak lebih kuning karena dalam membuat mie dari tepung gandum dan ada yang dicampur dengan telur. Sehingga warna kuning telurnya melekat di mi.

(foto:goodnewsfromindonesia.id)
(foto:goodnewsfromindonesia.id)
Sementara mides warnanya kusam. Maka tidak heran jika ada yang menyebut Mi Lethek. Lethek dari bahasa Jawa atau Jowo yang artinya kusam, konotasi cenderung negatif kearah kotor. Padahal dalam pembuatannya jelas mengutamakan masalah kebersihan.

Ini tidak lain dari sifat atau bawaan dari warna ketela pohon. Tepung tapioka atau tepung ketela tidak seputih tepung gandum karena ketela pohon walau putih namun jika mendapat perlakuan tertentu warnanya berubah. Coba rebus ketela pohon jika sudah empuk warnanya berubah.

(foto:travelingyuk.com)
(foto:travelingyuk.com)
Nampaknya dengan mencampurkan telur saat membuat mi berbahan tepung tapioka tidak dapat merubah warna dan rasa mi serta keuletannya. Maka terjawab keheranan saya mengapa sebagian orang menyebut Mi Lethek bukan mides. Sebab bagi mereka yang tidak suka pedas, jelas kurang tepat menyebut miedes asal Pundong, Bantul. 

Desa yang sejatinya merupakan sentra pembuatan keramik atau gerabah di Bantul. Bukan Kasongan, sebab kasongan lebih tepat disebut sebagai desa tempat menjual keramik atau gerabah dan show room raksasa bagi para pengrajin keramik atau gerabah.

Jika ingin menikmati lethek tidak ada salahnya mampir ke pengrajin keramik atau gerabah. Siapa tahu muncul inspirasi untuk menghias rumah atau kantor dengan keramik buatan pengrajin di Pundong Bantul. Hitung-hitung memberi pemasukan kepada mereka di masa sulit karena pandemi Covid-19.

(screenshot by ko in)
(screenshot by ko in)
Oh ya, beberapa penjual mides atau Mi Lethek tidak memberi suiran ayam sebagaimana penjual Mie Jowo yang terbuat dari tepung gandum tetapi diganti dengan ebi atau udang kecil. Rasanya jelas berbeda. Dari harga juga berbeda sedikit lebih murah.

Apalagi ketela pohon mudah dijumpai di daerah Gunung Kidul tidak jauh dari Bantul. Bahkan di perbatasan Kota Yogyakarta dan Bantul terdapat Pasar Telo. Pasar yang khusus menjual berbagai macam ketela.

Rasa bangga muncul karena warga Bantul kreatif dan pintar berinovasi. Tidak hanya dalam produk handycraft tetapi juga dalam persoalan kuliner dengan memanfaatkan hasil sumberdaya alam sekitar berupa ketela, yang diubah menjadi tepung tapioka untuk menjadi bahan dasar dan utama Mi Lethek.

(foto:tribunnews.com)
(foto:tribunnews.com)
Rasanya menikmati Mi Lethek tidak akan terasa mengganjal di kerongkongan lagi karena mienya terbuat dari bahan baku alam yang tersedia di tanah air.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun