Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tidak Ada yang Mendengarkan Saya, Kata Sulli

15 Oktober 2019   15:31 Diperbarui: 15 Oktober 2019   16:00 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Muncul nama seorang teman di layar bersamaan getar dan bunyi handphone. Saya langsung bisa  menebak jika dirinya sedang ada masalah. Teman ini memang terbiasa menelpon saya jika ada masalah. Baik tentang masalah keluarga sampai pekerjaan.

Setiap orang membutuhkan orang lain, menjadi tempat curhat, didengar isi pikiran dan rasa hatinya. Terkadang mesti siap memberi saran atau pendapat jika ingin pandangan dari sisi saya bagaimana harus mengatasi masalahnya.

Itulah guna seorang teman, walau kami bertemu terakhir kali lebih dari tiga tahun lalu di Yogya. Teman saya ini tinggal di luar Jawa maka komunikasi yang memungkinkan hanya lewat telpon atau sesekali lewat what's up.

Cerita pun mengalir dari ujung telpon hingga saya cukup tersentak saat mendengar salah satu anaknya mencoba untuk bunuh diri dengan cara menyayat-nyayat tangannya.

(sumber: jambi.tribunnews.com)
(sumber: jambi.tribunnews.com)
Terdengar jelas rasa kekhawatiran, bingung dan kecemasannya sebagai orang tua. "Aku mesti bagaimana ? Anakku kok seperti itu." ujarnya di telpon dengan kecemasan dan ada rasa takut.

Singkat cerita, anaknya mengalami depresi karena tidak diterima di perguruan tinggi negeri. Padahal kakak dan kedua orang tuanya merupakan lulusan dari dua perguruan tinggi terkemuka di negeri ini.

Pendapat serta saran pun saya tawarkan ketika teman bertanya, apalagi dirinya merasa gagal menjadi orang tua.

Kegagalan tidak selamanya gagal meraih kemenangan dalam pertandingan atau perlombaan yang ditonton banyak orang. Ramai dengan tepuk tangan dan decak kagum, saat bertanding.

(sumber: cleanpng.com)
(sumber: cleanpng.com)
Kalah dalam kejuaraan atau kompetisi itu kepastian. Sebagian besar diantaranya mampu menerima kekalahan. Namun kalah dalam mengejar ambisi dan keinginan yang jauh dari hingar bingar dan suara gegap gempita suporter terkadang lebih sulit diterima.

Gagal atau merasa gagal kerap menjadi batu sandungan para pengejar ambisi dan kemenangan. Mereka tidak mudah untuk menerima realitas, seperti yang dialami oleh salah seorang anak teman saya. Padahal, bisa jadi kegagalan itu merupakan kesuksesan yang tertunda. Ingat Thomas Alfa Edison ?

Merasa tidak berguna, tidak berarti dan merasa paling bodoh. Merasa tersingkir karena tidak menjadi orang-orang pilihan yang ditandai atau dimaknai sebatas terpenuhi keinginan. Seperti diterima di perguruan tinggi terkemuka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun