Mohon tunggu...
kkn219sukowiryo
kkn219sukowiryo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akun media kelompok KKN Kolaborasi 219 Desa Sukowiryo

Serangkaian laporan pelaksanaan kegiatan pemahasiswa KKN Kolaborasi 219 Desa Sukowiryo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tingginya Angka Pernikahan Dini dan Stunting, KKN Kolaboratif 219 Inisiasi Sosialisasi ke Sekolah

19 Agustus 2023   14:00 Diperbarui: 19 Agustus 2023   18:11 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Sosialisasi Bahaya Pernikahan Dini dan Pentingnya Pendidikan" di MTS dan SMK Nurus Sholah, Desa Sukowiryo, Jelbuk/dokpri

Kasus pernikahan dini secara global tercatat lebih dari 650 juta jiwa perempuan menikah diusia dini. Menurut data yang diperoleh dari OHCHR and women's human rights and gender equality, 1 dari setiap 5 orang perempuan dunia menikah diusia muda sebelum mencapai usia 18 tahun. 

Setidaknya 12 juta jiwa anak perempuan menikah muda setiap tahunnya. Tak hanya itu, data menunjukan angka pernikahan dini Indonesia  menempati peringkat ke-7 tertinggi di dunia dengan angka absolut "Pernikahan anak" sebanyak 1.781.000 kasus pada tahun 2020 (Statista 2023). Tingginya kasus juga menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus pernikahan anak usia dini tertinggi kedua di ASEAN pada 2018 setelah Kamboja.

Pada tahun 2018 persentase pernikahan anak perempuan usia dini secara nasional sebesar 11,21%, sementara tingkat persentase di daerah pedesaan mencapai 16,87%. Angka pernikahan dini di desa dan daerah terpencil tercatat lebih tinggi daripada angka secara nasional. 

Hal ini menggambarkan bahwa fenomena pernikahan dini memang masih kuat pengaruhnya oleh budaya dan kebiasaan masyarakat desa. Tak hanya itu, pemerintah Jawa Timur mendapat catatan merah sebagai provinsi dengan persentase kasus pernikahan usia dini tertinggi. Kabupaten Jember sendiri memiliki jumlah kasus tertinggi kedua setelah Kabupaten Malang selama tahun 2022.

Berdasarkan pernyataan aparat serta bidan desa, Desa Sukowiryo sendiri memiliki tingkat kasus pernikahan dini dan stunting tertinggi di Kabupaten Jember. Indikator stunting yang juga mencakup proses pertumbuhan dan daya kembang anak sejak berada dalam kandungan ibu, erat kaitannya dengan kesiapan serta tingkat pendidikan orang tua. 

Ketika pernikahan usia dini terjadi, seorang bayi berpotensi lebih tinggi mengalami stunting.  Ibu yang menikah dini berpotensi melahirkan anak dengan kesempatan hidup rendah akibat masalah gizi dan proses pertumbuhan anak yang tidak sesuai seperti anak seusianya.

Hal tersebut kemungkinan bisa terjadi karena kesadaran ibu berusia kurang dari 18 tahun cenderung memiliki pola asuh yang kurang baik akibat kurang matangnya proses berfikir. Hal ini berdampak pada status gizi anaknya, sehingga pernikahan usia dini yang terjadi oleh seorang ibu balita dibawah 20 tahun memiliki resiko sebesar 7,6 kali lebih tinggi terjadi stunting pada anak.

Kesehatan fisik dan gizi serta pendidikan seorang ibu sebelum dan semasa hamil merupakan salah satu faktor besar yang mempengaruhi kondisi kesehatan anak terutama selama 1000 hari pertama kehidupan anak. Meninjau permasalahan pernikahan dini dan stunting di Desa Sukowiryo ini, kelompok KKN Kolaboratif 219 menginisiasi untuk diadakannya sosialisasi "Bahaya Pernikahan Dini dan Pentingnya Pendidikan". 

Sosialisasi yang diadakan pada senin 14 Agustus 2023 ini menargetkan MTS dan SMK Nurus Sholah sebagai tempat diadakan sosialisasi, di Desa Sukowiryo. Hal ini didasarkan dari survey serta pernyataan kepala sekolah setempat yang menyatakan bahwa pemahaman tentang bahaya pernikahan dini di desa masih rendah, terutama dikalangan siswa siswinya. Kepala sekolah SMK Nurus Sholah menyebutkan bahwa sering terjadi kasus siswa siswinya tidak masuk sekolah lantaran sedang dilakukan hajatan lamaran oleh keluarganya.

Menurut data wawancara yang diperoleh di lapangan, alasan banyak terjadi pernikahan usia muda di desa adalah karena dorongan dari keluarga serta faktor ekonomi. Dorongan serta stigma dari keluarga dan masyarakat mendorong anak untuk mau dijodohkan, atau dilamar di usia muda, untuk selanjutnya akan dinikahkan sesuai dengan waktu yang ditentukan kedua belah keluarga. 

Dilihat dari factor ekonomi, orang tua cenderung lebih memilih untuk menikahkan anaknya sehingga beban keuangan yang ditanggung lebih rendah serta ketidakmampuan orang tua untuk membayar biaya Pendidikan anaknya. Hal ini jelas semakin melanggengkan budaya pernikahan dini didalam masyarakat, yang juga meningkatkan resiko terjadinya stunting pada anak generasi selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun