Namun, grafik berikut mengungkapkan sebuah paradoks mengenai perannya dalam 2 musim terakhir. Ozil bermain jauh lebih ke dalam dari sebelumnya.
Sebagai imbasnya, kreativitas Ozil dalam membuat asis dan menciptakan peluang untuk rekannya akan berkurang karena ia tidak bermain dalam peran terbaiknya, yakni sebagai pemain Nomor 10.
Analisis itu membuktikan penurunan performa Ozil dalam beberapa musim terakhir disebabkan karena peran yang dibebankan kepada dirinya oleh sang manajer. Artinya, kegagalan Ozil juga merupakan kegagalan sang manajer.
Statusnya sebagai pemain bintang yang dibeli dari Real Madrid dan fakta bahwa ia pernah membawa Jerman meriah gelar juara Piala Dunia (2014) tidak semerta-merta mengubah pandangan Arteta.
Dapat memenangkan Piala Dunia bukan hal yang sepele. Bahkan dua makhluk ekstra-terestrial dalam jagat sepak bola, Messi dan Ronaldo, rela menukar semua Ballon d'Or mereka untuk sebuah trofi Piala Dunia. Catatan prestasi yang telah diraih Ozil, tetapi urung mereka raih.
Kepindahan Ozil ke Arsenal merupakan keputusan terburuk dalam hidupnya dan ia membayar konsekuensi dari pilihannya itu hari ini. Hal itu tentu tidak baik untuk kesehatan kaki kirinya yang brilian.
Di balik tragedi tersebut, setidaknya Ozil masih bisa tidur nyenyak dan menyadari bahwa trofi Piala Dunia yang diraihnya tersebut merupakan impian bagi jajaran pemain terbaik dalam sejarah sepak bola.
Dan keesokan harinya, ia bisa berenang di kolam renang yang dipenuhi dengan uang jutaan poundsterling tanpa harus berkeringat sembari menunggu bursa transfer Januari kembali dibuka.
Arsenal bukan akhir dari segalanya. Para pemain jebolan Meriam London seperti Samir Nasri, Robin van Persie, Wojciech Szczesny, Cesc Fabregas, Ashley Cole, serta Serge Gnabry dapat membuktikan diri dan meraih kesuksesan bersama klub barunya usai meninggalkan The Stepping Stone FC (ejekan dari Arsenal).
Kelak Ozil akan bertransformasi menjadi sosok Joker yang lantas menertawakan mantan klubnya saat ia menjadi pemain kunci dan sukses meraih trofi di klub lain.