Baru-baru ini, gerakan online muncul menyerukan pengguna media sosial untuk memboikot selebriti yang bungkam tentang perang di Gaza di platform mereka. Seruan ini meningkat setelah beberapa selebriti dan influencer menghadiri Met Gala pada 6 Mei, hari yang sama Israel melancarkan serangan terhadap Rafah, kota tempat banyak warga Palestina melarikan diri setelah penipisan Gaza utara.
#Blockout2024 yang merupakan gerakan online di mana netizen memblokir selebriti di platform media sosial yang belum secara terbuka berbicara tentang perang di Gaza, Palestina. Gerakan ini mendapatkan momentum setelah Met Gala pada 6 Mei 2024, sebagai bentuk protes terhadap apa yang dianggap sebagai bungkam atau ketidakpedulian selebriti terhadap konflik. Gerakan ini menarik kesejajaran dengan peristiwa sejarah seperti Revolusi Prancis dan The Hunger Games, melambangkan kontras antara kemewahan budaya selebriti dan situasi mengerikan di Gaza. Ini bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban selebriti dengan memengaruhi kehadiran media sosial mereka dan, akibatnya, penghasilan mereka dari iklan di platform ini. Sementara beberapa mendukung gerakan sebagai cara untuk mendorong tokoh masyarakat untuk menggunakan pengaruh mereka untuk keadilan sosial, yang lain melihatnya sebagai aktivisme performatif yang dapat mengalihkan perhatian dari bentuk bantuan yang lebih langsung dan pembaruan situasi. Ini adalah masalah yang kompleks dengan berbagai perspektif tentang efektivitas dan dampak dari protes online semacam itu.
Brooke Erin Duffy, seorang profesor komunikasi di Cornell University, mengatakan bahwa gerakan seperti Blockout 2024 menunjukkan seberapa besar petak pembuat konten dapat bekerja bersama-sama untuk memengaruhi visibilitas tokoh masyarakat. "Meskipun boikot yang dipimpin konsumen sama sekali belum pernah terjadi sebelumnya, literasi terbaru ini menunjukkan kekuatan pembuat konten untuk mendistribusikan kembali atau bahkan mempersenjatai sistem metrik platform," katanya, yang dimana dapat sebagian kecil membantu dan menyuarakan rakyat di palestina dan jika semakin dikenal maka akan banyak yang membantu.
Menurut perspektif sosiologi dalam memboikot para artis ini dapat dikaitkan dnegan social identity theory yang dicetuskan oleh Henri Tajfel dan John Turner dimana Teori ini berpendapat bahwa individu memperoleh bagian dari identitas mereka dari kelompok sosial tempat mereka berasal. Memboikot selebriti dapat dilihat sebagai cara bagi individu untuk menyelaraskan diri dengan kelompok yang berbagi sikap mereka terhadap konflik, memperkuat identitas sosial mereka.
Reaksi masyarakat meledak saat diadakannya acara tahunan di Hollywood yang biasa disebut Met Gala pada 6 Mei yang setiap tahunnya memiliki tema kostum yang akan dipamerkan oleh selebriti yang mengikutinya, Â yang dimana pada hari tersebut bertepatan dengan penyerangan oleh Israel di Rafah yaitu tempat perlindungan terakhir rakyat palestina. Dengan di adakan acara Met Gala tersebut diisukan digunakan untuk menutupi berita penyerangan tersebut karena biasanya pengguna media sosial akan fokus dengan acara Met Gala yang terkesan mewah dan glamor.
Disebut "Blockout" atau "guillotine digital," kampanye online bereaksi  dengan cepat setelah seorang influencer, Haley Kalil, mendapat reaksi keras setelah memposting video pada 6 Mei memamerkan tampilan Met Gala-nya dan menyinkronkan bibir dengan suara dari film 2008 Marie Antoinette, di mana karakter tituler, yang diperankan oleh Kirsten Dunst mengatakan, "Let them eat cake." Kehidupan nyata Antoinette dikatakan telah menanggapi dengan ungkapan itu setelah mengetahui petani di Prancis abad ke-18 kelaparan dan tidak memiliki roti lagi.
Segara setelah Unggahan tersebut dibagikan influencer tersebut mendapat banyak kecaman dan kritikan karena disebut seperti mengejek masyarakat gaza yang sedang kekurangan makanan karena penyerangan tersebut. Sebagai tanggapan, netizen memulai gerakan "guillotine digital" atau "digitine". "Sudah waktunya untuk memblokir semua selebriti, influencer, dan sosialita kaya yang tidak menggunakan previlege mereka untuk membantu mereka yang sangat membutuhkan," katanya dalam videonya. "Kami memberi mereka platform mereka. Sudah waktunya untuk mengambilnya kembali, mengalihkan pandangan kita, suka kita, komentar kita, uang kita."
Melihat dari tragedi tersebut maka apa yang membuat selebriti dan public figure bungkam soal palestina? Apakah mereka takut kehilangan pekerjaan karena membela dan aware terhadap Palestina? Atau mereka memang tidak peduli seperti yang ada di unggahan media sosial dimana hidup di bumi yang sama namun seperti dunia yang sangat berbeda?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H