Mohon tunggu...
kirana ira
kirana ira Mohon Tunggu... Mahasiswa Teknik Busana Universitas Negeri Yogyakarta

Mahasiswa Semester 1 Teknik Busana Universitas Negeri Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tekstil Indonesia Bebas Tarif Ekspor ke Uni Eropa: Siapkah Indonesia dengan IEU-CEPA?

7 Oktober 2025   00:00 Diperbarui: 6 Oktober 2025   23:30 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penandatanganan kesepakatan IEU-CEPA antara delegasi Indonesia dan Uni Eropa di BaliSumber: European External Action Service (EEAS), 2025.

Indonesia bebas tarif ekspor ke Uni Eropa? Bayangkan tekstil designer Indonesia dapat dikirim ke berbagai belahan negara di Uni Eropa dengan pembebasan tarif hingga 80%. Karya designer lokal terpajang di tengah butik-butik Paris. Kesempatan ini dapat memudahkan akses designer lokal untuk memperkenalkan karya nya di negara barat. Hal ini tidak menutup kemungkinan untuk dapat meningkatkan konsumsi masyarakat dunia terhadap produk fashion Indonesia seperti tekstil dan alas kaki yang menjadi bagian dari sektor utama produk Indonesia yang diekspor ke Uni Eropa. Namun, apakah Indonesia sudah siap dengan kesempatan ini?

IEU-CEPA (Indonesia European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement) merupakan kesepakatan dagang antara Indonesia dengan Uni Eropa. Pada tanggal 23 September 2025, Indonesia dan Uni Eropa telah menyepakati penyelesaian IEU-CEPA. Penyelesaian kesepakatan dagang ini menunjukkan adanya komitmen kerjasama yang diharapkan dapat menyejahterakan kedua belah pihak. Produk Indonesia akan mendapatkan pembebasan tarif ekspor hingga 80% ke Uni Eropa. Tujuan diadakannya kesepakatan ini yaitu untuk membangun sistem perdagangan yang terbuka, transparan, dapat memberi manfaat kepada UMKM dan masyarakat antar kedua pihak. Kesepakatan dagang ini sebenarnya telah dirundingkan sejak lama, yaitu pada tahun 2016 lalu dan sudah melaksanakan  beberapa kali perundingan. Pelaksanaan berlakunya IEU CEPA ini baru akan dimulai pada 1 Januari 2027. Komoditas ekspor Indonesia ke Uni Eropa meliputi minyak kelapa sawit, tekstil, alas kaki, bijih tembaga, dan lainnya. Sedangkan Uni Eropa  fokus pada produk mesin, otomotif, transportasi, dan bahan kimia. Perbedaan produk ini diharapkan dapat melengkapi kebutuhan satu sama lain.

Semua produk yang akan di ekspor harus melewati uji standar kelayakan. Uni Eropa memiliki standar uji produk yang lebih ketat dari Indonesia. Salah satu prinsip yang digunakan untuk menentukan apakah produk layak untuk diperdagangkan atau tidak adalah prinsip eco design. Eco design adalah prinsip yang mengutamakan penggunaan optimal dari sumber daya dengan mengurangi dampak terhadap lingkungan. Produk perlu memenuhi beberapa syarat dari prinsip eco design seperti penggunaan energi yang efisien dalam proses produksi, kemudahan dalam daur ulang, produk harus minim emisi, dan memiliki daya tahan yang baik sehingga produk tahan lama.
 
Banyaknya uji standar produk yang digunakan untuk ekspor ke Uni Eropa mengingatkan pada proses produksi tekstil di Indonesia. Tekstil menjadi salah satu sektor utama dalam komoditas ekspor Indonesia. Ada banyak pabrik tekstil UMKM(Usaha Mikro Kecil Menengah) Indonesia yang masih merintis sehingga belum terlalu memperhatikan standar proses produksi. Hal ini karena mengingat  biaya yang akan dikeluarkan tidak mungkin sedikit. Jika dibiarkan, hal ini dapat menjadi penyebab terjadinya ketimpangan keuntungan bagi Indonesia yang dikarenakan produk tidak lulus uji standar.

Uni Eropa juga sangat selektif dengan produk yang mempraktikkan fast fashion karena dianggap tidak ramah lingkungan. Sebelumnya, tahukah anda apa itu fast fashion? Fast fashion menjadi pembahasan popular di era gen-z saat ini. Fast fashion merupakan istilah dalam industri mode yang merujuk pada produksi pakaian yang cepat, murah, dan mengikuti tren terkini. Sering kali tidak mengutamakan aspek keawetan produk, tapi lebih mementingkan pembaruan design pakaian. Tidak jarang koleksi fashion dari berbagai merek menghasilkan inovasi baru dalam waktu yang singkat. Hal ini dapat memberi pengaruh terhadap kenaikan daya beli masyarakat karena tidak mau tertinggal oleh tren, sedangkan tren mudah sekali berubah tanpa memperhatikan waktu. Akhirnya menimbulkan banyak produksi sampah tekstil dari produk yang tidak awet ataupun tekstil yang  tidak lagi digemari pemiliknya karena sudah bosan.

Kerap kali kita menjumpai produksi tekstil di Indonesia yang masih berorientasi pada fast fashion, seperti produksi massal, kualitas bahan kurang bermutu, dan harganya yang murah. Menurut GGGI (Global Green Growth Institute), tekstil limbah Indonesia diperkirakan akan mencapai 3,5 juta ton per tahun pada 2030 jika tidak ada intervensi. Ini menunjukkan adanya pola produksi dan konsumsi yang mendekati fast fashion.

Ditandatanganinya kesepakatan IEU-CEPA memberikan banyak keuntungan yang tidak terlepas dari tantangan bagi Indonesia. UMKM membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah untuk terus meningkatkan kelayakan produk dan proses produksi sehingga kualitas produk lokal dapat bersaing dengan produk global. Upaya ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti bimbingan pelatihan produk layak ekspor, pelatihan tata cara ekspor, dan pinjaman dana kepada pengusaha UMKM untuk menciptakan mutu produk UMKM naik kelas sehingga dapat menghasilkan keuntungan maksimal bagi Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun