Mohon tunggu...
Kinaya Vera Aprilia
Kinaya Vera Aprilia Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Gizi

Saya suka melakukan hal-hal yang menenangkan, seperti membaca buku dan mendengarkan musik. Kegiatan ini membuat saya rileks, memberi waktu untuk berpikir, dan sekadar menikmati momen tenang dalam keseharian.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sensitivitas Rasa Menurun, Risiko Hipertensi Meningkat: Tantangan Gizi Lansia

24 September 2025   13:58 Diperbarui: 24 September 2025   13:58 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pendahuluan

Penuaan merupakan proses biologis alami yang tidak dapat dihindari dan membawa berbagai perubahan fisiologis, termasuk pada sistem indera. Salah satu perubahan yang umum terjadi pada lansia adalah penurunan sensitivitas rasa, terutama terhadap rasa asin. Kondisi ini menyebabkan lansia cenderung menambahkan lebih banyak garam ke dalam makanan mereka agar tetap merasakan cita rasa yang diinginkan. Dalam masyarakat lanjut usia, asupan garam yang tinggi secara substansial meningkatkan risiko stroke dan penyakit kardiovaskular. Rasa asin yang berkurang sering mendorong kebiasaan menambahkan garam dapur pada makanan (Sato et al., 2022). Di sisi lain, garam atau natrium merupakan salah satu zat gizi yang bila dikonsumsi berlebihan dapat meningkatkan risiko hipertensi. World Health Organization (WHO) merekomendasikan konsumsi garam kurang dari 5 gram per hari, namun survei menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi garam masyarakat, termasuk pada kelompok lansia, masih berada di atas ambang batas tersebut (WHO, 2012).

Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa hipertensi sering disebut sebagai silent killer karena tidak menimbulkan gejala hingga terjadi komplikasi. Tekanan darah yang tinggi dan tidak terkendali dalam jangka panjang dapat merusak organ-organ target seperti otak, jantung, ginjal, mata, hingga pembuluh darah perifer. Secara definisi, Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik pada tubuh seseorang lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk lansia di Indonesia, penting untuk menyoroti faktor risiko yang dapat dimodifikasi, salah satunya asupan garam berlebih akibat penurunan sensitivitas rasa. Pemahaman tentang hubungan ini diharapkan dapat menjadi dasar upaya pencegahan dan edukasi gizi bagi lansia maupun keluarga yang mendampingi mereka.

Penurunan Sensitivitas Rasa pada Lansia

Salah satu aspek penting dari proses penuaan adalah penurunan persepsi rasa, yang dapat berdampak negatif pada kebiasaan makan orang dewasa lanjut usia. Sistem pengecap manusia mampu mengenali lima rasa dasar, yaitu manis, asam, pahit, asin, dan umami. Persepsi rasa ini berperan penting baik dalam aspek nutrisi maupun kesehatan. Penurunan sensitivitas rasa dapat menyebabkan berbagai dampak merugikan, seperti nafsu makan menurun, asupan makanan berkurang, perubahan preferensi rasa, hingga peningkatan risiko malnutrisi. Kondisi ini juga dapat berkontribusi terhadap berkembangnya penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes melitus, dan dislipidemia (Alves et al., 2024).

Dampak penuaan fisiologis terhadap indera pengecap ditandai oleh perubahan sel-sel reseptor rasa, penurunan produksi saliva, serta keterbatasan kemampuan mengunyah makanan secara optimal. Perubahan rasa dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kualitatif (misalnya disgeusia, yaitu perubahan sensitivitas rasa sehingga makanan yang dulunya dinikmati kini terasa tidak menyenangkan) dan kuantitatif (meliputi ageusia atau hilangnya rasa total, hipogeusia atau penurunan sensitivitas, serta hipergeusia atau peningkatan sensitivitas). Pada lansia, hilangnya rasa sering dipengaruhi oleh faktor fisiologis, kesehatan mulut yang menurun, serta penurunan fungsi penciuman (Alia et al., 2021).

Istilah presbygeusia digunakan untuk menggambarkan gangguan pengecapan yang terjadi akibat proses penuaan. Penuaan sendiri memengaruhi berbagai aspek tubuh, termasuk fungsi kognitif, metabolisme, sistem imun, hingga sensorik seperti penglihatan (presbiopia), pendengaran (presbikusis), penciuman (presbiosmia), dan pengecapan (presbygeusia) (Ponzo et al., 2024).

Asupan Garam Berlebih dan Hipertensi

Penyakit kardiovaskular (PKV) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Asia Tenggara. Pada tahun 2019, lebih dari 1,5 juta kematian dan 37 juta tahun kehidupan yang hilang karena disabilitas (DALY) di kawasan ini dikaitkan dengan PKV. Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar di Asia Tenggara juga menghadapi beban yang besar: penyakit jantung dan stroke menjadi penyebab utama kematian, menyumbang sekitar 35% dari seluruh kasus kematian setiap tahun. Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko utama yang dapat dimodifikasi, berkontribusi terhadap 25% kasus penyakit jantung koroner dan 42% kasus stroke di Indonesia (Aminde et al., 2024).

Hipertensi sendiri adalah masalah kesehatan masyarakat global karena prevalensinya terus meningkat. Kondisi ini menjadi faktor risiko paling umum untuk penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular, serta berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Farapti et al., 2020). Salah satu faktor risiko utama hipertensi adalah kebiasaan makan, khususnya konsumsi garam berlebih. Studi populasi di berbagai negara menunjukkan bahwa rata-rata asupan garam harian masih jauh di atas rekomendasi WHO, yaitu kurang dari 5 gram per hari. Fakta ini memperkuat pentingnya mengendalikan asupan natrium, khususnya pada lansia yang cenderung lebih rentan akibat penurunan sensitivitas rasa.

Fakta Global tentang Natrium

Hampir semua populasi di dunia mengonsumsi natrium lebih banyak daripada yang direkomendasikan. Asupan rata-rata global orang dewasa mencapai 4310 mg/hari natrium, setara dengan 10,78 g/hari garam, lebih dari dua kali lipat rekomendasi WHO yaitu kurang dari 2000 mg/hari natrium atau kurang dari 5 g/hari garam (WHO, 2025). Pola makan tinggi natrium terutama berdampak pada peningkatan tekanan darah yang kemudian meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Selain itu, konsumsi natrium berlebihan juga dikaitkan dengan kanker lambung, obesitas, osteoporosis, penyakit Meniere, serta gangguan ginjal.
Diperkirakan 1,89 juta kematian setiap tahun terkait langsung dengan konsumsi natrium berlebih (WHO, 2025). Fakta ini menjadikan pengendalian asupan natrium sebagai salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang paling hemat biaya. WHO melaporkan bahwa untuk setiap 1 dolar AS yang diinvestasikan dalam program pengurangan natrium, akan ada pengembalian setidaknya 12 dolar AS dalam bentuk biaya kesehatan yang dihemat dan peningkatan produktivitas akibat berkurangnya kasus penyakit tidak menular.

Kontributor utama natrium dalam makanan berbeda-beda menurut budaya, tetapi secara umum berasal dari garam meja, bumbu (seperti kecap atau saus ikan), makanan olahan (roti, daging olahan, makanan ringan), serta penyedap seperti monosodium glutamat (MSG). Tantangan terbesar adalah meningkatnya konsumsi makanan olahan, baik di negara berpenghasilan tinggi maupun menengah, yang menyumbang porsi besar asupan natrium harian. WHO telah menetapkan empat best buy untuk mengurangi natrium, yaitu reformulasi produk makanan dengan kandungan natrium lebih rendah, menciptakan lingkungan pendukung di fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, dan panti jompo, penerapan pelabelan gizi di bagian depan kemasan, serta komunikasi perubahan perilaku melalui kampanye media massa.

Upaya Pencegahan dan Edukasi Gizi pada Lansia

Upaya pencegahan hipertensi akibat konsumsi garam berlebih pada lansia sangat bergantung pada intervensi edukasi gizi. Silva-Santos et al. (2021) menekankan bahwa edukasi gizi efektif meningkatkan literasi kesehatan, pemahaman risiko, dan keterampilan lansia dalam memilih makanan rendah natrium. Edukasi yang berfokus pada kemampuan membaca label pangan, mengenali sumber natrium tersembunyi dalam makanan olahan, serta praktik memasak dengan bumbu alami dapat membantu mengurangi ketergantungan pada garam sebagai penambah cita rasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun