Perubahan iklim mendominasi berita utama dan umpan berita kita dan menyusup ke percakapan kita sehari-hari. Ini adalah masalah yang sangat membebani masyarakat kita, tetapi solusi yang menjanjikan bisa jadi terletak tepat di bawah kaki kita --- di dalam tanah.Â
Perubahan iklim bukan lagi teori kiamat tentang masa depan kita yang jauh - itu ada di sini. Petani di seluruh dunia sudah menghadapi lebih banyak iklim yang bervariasi dan peristiwa cuaca yang dramatis, seperti kekeringan di California dan topan raksasa di Asia.Â
Ancaman jumlah penduduk dan industrialisasi serta urbanisasi, setali tiga uang dengan ancaman lain yang lebih besar, yakni krisis iklim. Bencana ekologis berupa kekeringan, suhu ekstrem, musim yang menyeleweng membuat sektor pertanian menghadapi ancaman paling serius. Rendahnya minat anak muda menjadi petani disebabkan pendapatan yang rendah.Â
Di Indonesia, berdasarkan data BPS per Agustus 2020, rata-rata upah pekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya sebesar Rp 1,92 juta per bulannya, terendah dari 17 sektor yang ada.
Jadi apa yang bisa dilakukan?
Mengingat fakta tersebut begitu sedikit penduduk planet yang tampaknya mau atau mampu mengubah kebiasaan lama, para petani - terutama mereka yang berada di negara berkembang - harus menyesuaikan diri dengan perubahan iklim secepat dan semurah mungkin. Atau, dalam bahasa mereka yang mempelajari perubahan iklim, mereka harus "mengurangi" efek perubahan iklim dan "beradaptasi" dengan lingkungan baru mereka.
Seringkali, memberi makan dunia dalam menghadapi perubahan iklim dipandang sebagai masalah teknologi semata. Jika kita bisa mendapatkan benih tahan kekeringan baru dan lebih baik bagi petani, argumennya berlanjut, atau lebih banyak pupuk, hasil panen bisa meningkat dan semua orang bisa makan.
Krisis iklim mempengaruhi mata pencaharian dan ketahanan pangan masyarakat pedesaan di seluruh dunia. Namun, ketika membuat kebijakan untuk mengatasi dampak perubahan iklim, para pembuat keputusan nasional seringkali tidak memiliki akses bukti penting tentang perubahan iklim di tingkat lokal.Â
Selain itu, biasanya proyek yang bertujuan untuk menerapkan strategi adaptasi perubahan iklim kekurangan informasi yang relevan tentang kerentanan spesifik negara.
Penelitian Organiasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), yang telah berlangsung sejak 2015 mencapai beberapa kesimpulan penting. Hasil khususnya yang berkaitan dengan kegiatan adaptasi perubahan iklim.