Wajah Bank Rakyat Indonesia (BRI) di era reformasi, secara perlahan tetapi pasti, bertransformasi menjadikannya sosok bank yang semakin menawan dan layak dikemasi sebagai BRIPahlawanFinansial
Jauh di rentang belakang waktu, sebelum menginjak HUT127BRI, bank ini seolah kalah pamor di mata masyarakat. Sebabnya mungkin sederhana, yaitu bank ini didominasi oleh nasabah yang terkesan "receh". Tentu berbanding lurus dengan bank-bank yang dibesarkan ala konglomerasi.
Namun di balik kesan dan mungkin persepsi tersebut, ada sejarah panjang perjalanan BRI yang membuatnya kuat. Hingga seolah tiba waktunya untuk menyingkap tingkap-tingkap yang menyelubunginya. Dan kini, sedang moncer dengan beragam terobosan, misalnya saja kehadiran BRILianpreneur.
Datangnya era digitalisasi dan berkah yang menyertainya, tidak membuat BRI tertinggal atau berjalan di tempat. Bahkan, ketika Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi tulang punggung di masa pandemi, BRI hadir secara elegan.
Berbicara tentang akselerasi digitalisasi, BRI bahkan membuat terobosan yang sangat mendasar. BRI menyinergikan tiga ekosistem krusial agar UMKM mampu bertahan dan bangkit.
Ketiga ekosistem ini adalah ekosistem pasar. Kemudian, ekosistem digital. Disusul, ekosistem desa. Melalui pemaduan tiga ekosistem ini, Bank BRI menghadirkan suatu ekosistem bisnis. Inilah wujud BRI berinovasi lebih trengginas.
Sebagai peta jalan digital, BRI bersungguh-sungguh hendak melayani masyarakat secara luas secara efisien melalui prinisip "Go Smaller", "Go Shorter", dan "Go Faster". Untuk itu, BRI memberikan edukasi, pendampingan, infrastruktur dan branding serta promosi.
Sebagai contoh, untuk ekosistem pasar, BRI membantu pasar tradisional melalui pengenalan akan belanja online. Untuk belanja onlinenya, bisa melalui Whatsapp, website, mobile apps, serta kerja sama dengan start up.
"Kami bangun web pasar yang mendukung hasil panen dari desa mengalir ke pasar lalu diserap oleh konsumen melalui belanja online. Jadi kami digitalisasi pasar tradisional," papar Sunarso dalam Webinar Nasional "The Future of Digital Banking", Kamis (23/07).
Potensi pasar tradisional di Indonesia ini, menurut Sunarso, mencapai 14.182 pasar dan jumlah pedagang sebanyak 2,54 juta orang. "Kami mendedikasikan satu orang mantri di tiap-tiap pasar untuk memberi edukasi ke anggota ekosistem pasar, salah satunya terkait cashless society," ujarnya.