Virus SARS-CoV-2 atau biasa orang menyebutnya COVID-19 menyebar cepat ke seluruh penjuru negeri, dan sekarang telah tiba virus di Kota seribu sungai Banjarmasin, bahkan Banjarmasin telah masuk dalam katagori zona merah, sehingga diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dengan situasi seperti itu terpaksa semua warga harus melakukan phsycal distancing, dan akhirnya orang-orang banyak menghabiskan waktu di rumah termasuk aku.
Aku mencoba kebiasaan baru di rumah yaitu menulis. Walaupun aku masih tergolong pemula, aku tetap bersemangat belajar menulis, salah satunya di flatform Kompasiana ini. Semangat itu aku termotivasi karena teringat akan pesan seniorku bernama Ilham. Masih teringat pada waktu itu tahun 2017, saat kami mengurus sesuatu di Fakultas Dakwah & Komunikasi UIN Antasari Banjarmasin.Â
Sembari menunggu urusan selesai, kami duduk di kursi santai depan ruang Dekan. Ka Ilham biasa aku sapa seniorku itu memberi pesan kepadaku, "May, sekarang kita harus mengasah kemampuan kita dalam menulis. Supaya kita tidak hilang dalam sejarah, seperti quotenya Pramoedya Ananta Toer," orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama dia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan sejarah, menulis adalah bekerja untuk keabadian". Jadi mulailah menulis walau hanya status di Facebook".
Ilhamiannur adalah seorang Pedamping Sosial Program Keluarga Harapan KEMENSOS RI. Seniorku yang satu ini jebolan Fakultas Syariah UIN Antasari. Dia lahir di Kuin Banjarmasin dan menghabiskan waktu kecilnya disana. Namun saat berkuliah, dia tinggal di Kos Pisba. Bagiku dia mentor yang sangat menginspirasi dan punya jiwa leadership yang mantap.
Panjang cerita yang aku lalui bersama putera Kuin ini. Pertama aku bertemu dia saat bertamasya ke Pulau Pinus. Kebetulan saat itu dia sebagai leader saat berkegiatan di Pulau Pinus itu. Aku pulang satu mobil bersamanya sehingga kami jadi sedikit lebih akrab. Pertemuan selanjutnya saat aku mengikuti test interview masuk Basecamp Pergerakan Mahaiswa Islam Indonesia (PMII) di jalan Mahat Kasan, dia yang menjadi interviewer aku. Ketika itu dia adalah Ketua Bidang Kaderisasi PMII Kota Banjarmasin. Aku mulai merasakan semangat mempelajari skill?? leadership setelah berdiskusi singkat setelah interview.
Saat itu Ka Ilham juga menjabat Ketua Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Cabang Banjarmasin. Tepatnya di Kos Pisba, aku diberi amanah olehnya untuk melanjutkan regenerasi IPNU Cabang Banjarmasin bersama Mirhan dan Amin sahabat-sahabatku. Kami terus diberi arahan dengan intensif, karena akan mengikuti Konferensi Wilayah (KONFERWIL) IPNU tingkat Provinsi di Martapura. Kami mengemban misi menjadikan Ka ilham sebagai Panglima tertinggi level provinsi organisasi Badan Otonom Nahdlatul itu. Namun Ka Ilham harus kalah dalam perebutan itu. Namun kami mendapatkan pelajaran luar biasa pada KONFERWIL itu. Aku pada saat itu menjadi Pimpinan Presidium sidang hanya bisa bersyukur bisa melihat ka Ilham sampai pada tahap penyampaian visi misi menjelang voting dilakukan.
Selama berproses di IPNU, aku terus belajar dengan bimbingan Ka Ilham. Aku diajak menjadi Pengurus KNPI Kota Banjarmasin dari masa kepemimpinan Bung Said Kamaruzzaman hingga Bung Indra Raysar Perdana mewakili IPNU. Aku banyak mendapatkan hikmah dan pengalaman saat berproses disana, namun tetap di bimbing Ka Ilham. Selain KNPI, kami juga turut mengembangkan Komunitas Indie bernama Pisba Connection. Di Pisba Connection, aku diajarkan Ka Ilham arti sebuah togetherness, kesahajaan, dan kekompakkan dalam mengemban misi bersama.
Aku sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan Ka Ilham dan berterima kasih kepadanya atas ilmu-ilmu, nasihat-nasihat, dan pengalaman yang ku dapatkan bersamanya sehingga aku bisa lebih tangguh dalam menjalani dinamika kehidupan.Â