Menulis adalah aktifitas yang luar biasa. Maka seorang penulis sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang luar bisa. Ya, luar biasa. Kenapa? Karena sang penulis sesungguhnya mereka yang mampu memadukan berbagai indera yang ada.Â
Maka sering kita jumpai, tak banyak orang mahir menulis, meskipun ia adalah seorang pembicara atau orator ulung. Karena menulis itu butuh naluri dan kebiasaan.
Menulis itu tidak serta merta. Tulisan ada kalanya berawal dari ketajaman berbagai indera kita. Bisa jadi tulisan itu tertuang karena berawal dari indera penglihatan kita yang melihat sesuatu yang unik, melihat sesuatu yang tak biasa atau adanya sesuatu yang perlu diungkap.Â
Bisa jadi menulis juga tergerak karena dari sesuatu yang kita dengar. Dan yang lebih dahsyat, seorang menulis adalah karena naluri. Naluri kemanusiaan, naluri keterpanggilan untuk bercerita, berpendapat, mengiyakan atau menolak segala gejala yang terlihat, terdengar bahkan terasakan sendiri oleh sang penulis.Â
Seorang yang terbiasa dengan kegiatan menulis, pastilah memiliki kepekaan yang tinggi. Kepekaan terhadap apa saja yang sedang terjadi, ataupun terhadap sesuatu yang sedang dirasakannya.Â
Seorang penulis seolah tak tenang, bila ia belum mencurahkan perasaannya dalam sebuah tulisan. Maka ada benarnya, jika penulis sejati selalu berangkat dari sebuah keresahan.Â
Sebagai contoh, di tengah ramainya perbincangan dan perdebatan UU Cipta Kerja, seorang penulis akan tergerak menyuarakan opini dan perasaannya.Â
Tentunya lebih santun dan elegan, yakni melalui narasi tulisannya yang bisa dipertanggung jawabkannya. Dan tentulah menyertakan referensi serta opini yang menunjukkan kualitas pengetahuan sang penulis. Keresahan menjadi dasar tulisannya.Â
Keresahan atas sesuatu yang dituangkan dalam sebuah tulisan menjadi hal pembeda dengan mereka yang tak mampu, tak terbiasa atau tak mau menulis. Ada sebagian dari kita yang lebih suka langsung mengungkapkan keresahannya dengan suara lantang atau bahkan ekspresi tubuhnya, seperti berujar, berteriak, bahkan mengumpat.Â
Padahal jika diamati, kekuatan sebuah tulisan sejatinya lebih dahsyat dari pada sebuah ujaran atau umpatan. Umpatan, ujaran atas sebuah keresahan biasanya hanya akan berlalu begitu saja.Â
Spontan, berhamburan tak beraturan. Beda halnya dengan keresahan seseorang yang dituangkan dalam sesbuah tulisan, terstruktur, naratif, dokumentatif serta lebih berpotensi besar, baik dalam mengiyakan atau menolak sebuah opini publik.