Mohon tunggu...
Khoirul Ibad
Khoirul Ibad Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Kemalangan Berdemokrasi

21 April 2019   03:26 Diperbarui: 21 April 2019   03:45 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gejolak politik dan panas nya demokrasi yang dihiasi dengan saling sudut mensudutkan dan jatuh menjatuhkan harusnya sudah berhenti sejak berhentinya PEMILU Pilpres di Tps kemarin. Kenapa? Karena bukankah tugas kita sudah selesai selaku pendukung calon, sampai paku kita menusuk kertas suara di bilik suara dan jari kita tercelup kan di tinta ungu dari TPS tempat kita mencoblos? Kalau peledakan gejolak ini belum selesai, lalu Adu argumentasi antara yang menang dengan bukti kemenangannya dan yang kalah dengan Mencoba mengeluarkan bukti kecurangan yang menang masih berlanjut, maka pertanyaan nya adalah, kita mendukung negara untuk maju atau mendukung calon kita agar menjadi presiden bahkan sudah kalah tetap saja dipaksakan agar bisa jadi presiden? Haduhhh! Sama KPU selaku wakil negara dalam PEMILU aja sudah tidak percaya, bagaimana mau saling berjibaku memajukan negri.

Oh Tuhan! Malang sekali negri ini. Negri yang katanya berdemokrasi tapi tak paham apa itu demokrasi. Bukan kah adanya pemilihan suara adalah untuk menentukan siapa yang punya hak memimpin negri dan berkewajiban memajukan negri? Lalu bagaimana dengan yang kalah? Bagi yang kalah dalam Pilpres ini, Mereka hanya kehilangan hak untuk memimpin negri kok, tanpa kehilangan Hak dan kewajiban untuk memajukan negri. Mengutip dawuh NU garis lucu di akun Twitternya, "seharusnya yang disiapkan capres bukan hanya visi-misi ketika terpilih jadi presiden, tapi juga visi dan misi ketika tidak terpilih jadi presiden".

Pergejolakan politik ini adalah ujian bagi negri ini dan juga rakyatnya. Bagaimana agar bisa tetap aman, tenteram dan tidak terjadi keributan. Hal ini mengingatkan ku dengan berpindahnya (Hijrah) kaum muslimin dari Mekkah ke Madinah yang mana Saat itupun sama dengan saat ini, terjadi pergejolakan sosial dan politik. Bedanya, Saat itu kaum muslimin ditindas dan dianiaya oleh kaum kafir quraisy, sedang saat sekarang penindasan itu terjadi antara dua kubu politik, yang dituangkan dalam serang menyerang opini, pemikiran, bahkan saling serang dengan hoax-hoax yang bertebaran di mana-mana. Dan kita bisa saksikan sendiri di Media sosial yang menjadi arena perperangan tersebut.

Hijrah kaum muslimin dari Mekkah ke Madinah itu adalah upaya perlawanan kaum muslimin dari penindasan kaum kaum kafir Quraisy. Loh?! kenapa disebut bentuk perlawan? Bukan kah perlawanan itu dilakukan juga dengan melawan penindasan yang dilakukan oleh mereka?

Syeikh Ramadan AL-Buthi dalam kitabnya Fiqh Sirah Nabawiyah menyebutkan setidaknya ada dua pelajaran besar yang bisa menjawab pertanyaan itu dan bisa diambil hikmahnya dengan adanya hijrah Tersebut, hal itu adalah:
1. Kewajiban hijrah mina Harbi Ila Salam (dari perperangan ke kedamaian). Melawan bukanlah hal terbaik saat itu, oleh karena itu nabi mengizinkan hijrah ke Madinah agar para kaum muslimin meninggalkan daerah penindasan (saat itu Mekkah) ke daerah yang lebih aman. Tempat yang disana kaum muslimin bisa tenang beribadah dan jauh dari kata penindasan dan penganiayaan, maka berhijrah lah mereka ke Madinah. Dan ini pun bermaksud untuk menjaga kerukunan dan ketentraman kaum muslimin.

2. Kewajiban tolong menolong satu sama lain, walaupun berbeda ras, suku dan daerah. Hijrahnya kaum muslimin ke Madinah bukanlah pertemuan keluarga yang sudah terjalin sejak lama, akan tetapi malah sebaliknya. Kaum anshar Madinah adalah kaum yang berbeda suku, ras, dan daerah dari kaum muslimin Mekkah dan itu adalah pertemuan yang baru terjalin saat itu. Mereka tetap mau menolong kaum muslimin mekkah dan inilah awal mula kebangkitan penyebaran dan kemajuan Islam.

Dua hikmah tersebut adalah hal yang harus diaplikasikan rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia sudah harus meninggalkan gejolak penindasan itu sendiri, sudah bukan tempat dan saatnya lagi saling berperang antar kubu politik, kenapa? Karena berperang bukan jalan lagi menunjukkan kekuatan jargon Pilpres kita, serta kekuatan kita akan terlihat ketika kita mengaplikasikan hikmah yang kedua, yaitu bersatu dan saling tolong menolong walaupun kita berbeda suku, ras, budaya dan juga pastinya berbeda "PILIHAN", Itu agar negara kita menjadi negara yang makmur, aman, dan sejahtera. Dan bagi ku, itu adalah bentuk aplikasi terbaik dalam berdemokrasi dan menjauhi KEMALANGAN DALAM BERDEMOKRASI.

Ku tutup tulisan ini dengan perkataan Abu bakar Ibnu Arabi: "Allah telah memutuskan wilayah (perlindungan dan perwalian) antara kaum kafir dengan umat islam karena Dia telah menetapkan bahwa orang muslim adalah pelindung bagi orang muslim dan kafir pelindung bagi orang kafir untuk saling membantu dalam agama dan keyakinan mereka"

Maka seyogyanya kita bersatu selaku satu kesatuan wilayah indonesia.

18-4-2019, Ttouan, Maroko.
Ibad pecinta Siomay Bandung Deket pasar Cigombong.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun