Globalisasi nampaknya semakin menjadi pemantik arus deras pertemuan beragam ideologi dan informasi. Teknologi menjadi pilar utama yang melanggengkan ruang -- ruang virtual untuk disesaki oleh beragam jenis informasi. Tentunya ini merupakan angin segar bagi demokrasi bermedia, siapapun berhak dengan bebas mendapatkan akses informasi secara mudah dengan bantuan internet. Hanya dalam hitungan detik, laman-laman dari beragam page di laptop bermunculan. Namun, disatu sisi ini menjadi dilematika tersendiri Ketika arus deras globalisasi dianggap sebagai air bah/tsunami yang berpotensi dapat menghancurkan "kita" si user pengguna media sosial.
Beragam informasi seperti keberadaan berita bohong (hoax), informasi politik, budaya, sosial, pemerintahan, life style, membaur menjadi satu dalam ruang maya. Disinilah tercipta kondisi melimpahnya informasi bak tsunami yang justru akan menghancurkan manusia. Keberadaan hoax cenderung berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, timbul perselisihan, perang saudara, ujaran kebencian dan masih banyak lagi. Jika, kita sebagai user tak mampu melakukan seleksi dan mericek kebenaran informasi tersebut maka kita akan turut hancur manjadi korban dari derasnya informasi.
Data dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang berkolaborasi dengan cekfakta.com menemukan kuantitas hoax meningkat  dari tahun 2018 sebanyak 997 hoax, 2019 terdapat 1.221 hoax dan di tahun 2020 mencapai 2.024 hoax. (baca: kompas). Data diatas menunjukan bahwa penambahan jumlah hoax tiap tahunya menjadi warning untuk para pengguna internet. Kemudian apa yang harus kita miliki untuk mempersenjatai diri agar kita tetap dapat bersikap bijak saat bermain media sosial?
Kemampuan literasi digital. Tidak sebatas berbicara kecakapan teknis dalam mengoperasionalkan teknologi, melainkan tentang seberapa cakap user menelaah dan memiliki critical thingking terhadap setiap informasi yang ditemui. Era digital, kita tidak harus mempercayai atau mengkonsumsi informasi tersebut secara mentah mentah. User seharusnya ada di posisi sebagai active audience yang memiliki kuasa untuk menolak atau menerima informasi informasi yang ada. Kemampuan untuk melakukan verifikasi juga sangat penting, mengenali berita hoax yang identic dengan judul judul provokatif dan masih banyak lagi. Selanjutkan akan lebih baik Ketika user mampu mengedukasi lingkungan terdekat seperti keluarga, teman untuk bersama sama menerapkan critical thingking Ketika berseluncur di media maya. Apalagi sekarang ada banyak situs yang menyediakan fasilitas untuk melakukan pengecekan berita hoax.
Tidak mudah memang, tetapi bisa. Menciptakan sebuah ekosistem yang sehat dilingkungan terkecil menjadi awal mula "Indonesia Sehat Digital". Â Â Â Â Â Â Pemerintah, komunitas, praktisi dan akademisi juga saling berkolaborasi meningkatkan kecakapan digital masyarakat Indonesia dengan beragam cara seperti salah satunya pelatihan, workshop, seminar dan masih banyak lagi. Tentunya semuanya untuk sebagai bentuk agar user mampu bersikap bijak dalam bermain media sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H