Dalam dekade terakhir, dunia menyaksikan transformasi besar dalam lanskap investasi global. Di tengah ketidakpastian ekonomi, fluktuasi pasar, dan disrupsi teknologi yang terus meningkat, entitas investasi swasta seperti kantor kekayaan keluarga (family offices) di Asia mulai mengalihkan perhatian mereka dari aset tradisional, seperti properti dan ekuitas publik, ke sektor teknologi canggih, terutama kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Peralihan tersebut bukan sekadar respons terhadap tren, melainkan strategi jangka panjang yang mencerminkan keyakinan mendalam terhadap potensi AI dalam membentuk ekonomi masa depan.Â
Kantor Kekayaan Keluarga dalam Lanskap Investasi Asia
Kantor kekayaan keluarga adalah lembaga yang mengelola aset dan investasi milik individu atau keluarga sangat kaya. Kantor ini bertugas merencanakan keuangan, mengatur portofolio, dan melakukan investasi langsung. Di Asia, jumlah kantor kekayaan keluarga terus bertambah seiring meningkatnya jumlah orang kaya dan peralihan kekayaan antar generasi. Menurut laporan UBS, Asia merupakan kawasan dengan pertumbuhan kantor kekayaan keluarga tercepat di dunia, didorong oleh munculnya generasi kedua dan ketiga yang lebih melek teknologi dan terbuka pada diversifikasi aset. Umumnya, kantor-kantor ini cenderung berhati-hati dan berinvestasi untuk jangka panjang demi menjaga stabilitas dan pertumbuhan aset. Namun, generasi baru pengambil keputusan juga mendorong pergeseran ke aset yang lebih inovatif seperti teknologi dan AI. Karena itu, perubahan arah investasi dari kelompok ini biasanya mencerminkan perubahan besar dalam struktur ekonomi dan menjadi sinyal awal dari transformasi pasar yang lebih luas.
AI sebagai Pilar Investasi Baru
Jika dua atau tiga tahun lalu AI masih menjadi topik spekulatif dalam ruang rapat, kini AI telah menjadi bagian sentral dalam portofolio banyak kantor kekayaan keluarga Asia. Survei UBS tahun 2024 menunjukkan bahwa lebih dari 75% family offices di Asia berencana mengalokasikan modal ke AI generatif dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Angka ini menunjukkan bahwa investasi AI bukan sekadar minat sesaat.
AI telah menunjukkan kemampuan untuk berintegrasi lintas sektor, mulai dari logistik, kesehatan, manufaktur, sampai kepatuhan finansial. Tidak hanya hadir di perusahaan teknologi, AI kini menjadi bagian dari proses bisnis inti yang mendukung efisiensi dan produktivitas. Selain itu, AI memiliki karakteristik sebagai teknologi yang memberikan nilai tambah secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga sesuai dengan pendekatan investasi jangka panjang yang dianut oleh family offices. Lebih dari itu, AI dianggap sebagai fondasi dari transformasi struktural besar dalam perekonomian global, seperti halnya internet dan komputasi awan di masa lalu.
Arah dan Strategi Investasi
Family offices Asia tidak hanya berinvestasi di perusahaan teknologi besar, tetapi juga perusahaan menengah yang menawarkan solusi AI praktis. Contohnya, Cognaize dari Armenia mengembangkan sistem kecerdasan dokumen untuk industri teregulasi. Selain itu, Consai, perusahaan teknologi konstruksi di Qatar dan Polandia, menggunakan AI untuk perencanaan sumber daya dan analisis lokasi. Di Tiongkok, DeepSeek menarik perhatian dengan kemampuan membangun sistem AI lokal di tengah keterbatasan akses teknologi Barat. Selain itu, banyak kantor kekayaan keluarga juga berinvestasi dalam sektor energi terbarukan dan bioteknologi, mengingat pentingnya keberlanjutan dan kesehatan global. Fokusnya adalah pada peluang yang dapat memberikan dampak langsung  dengan tujuan jangka panjang.
Reformulasi Pandangan terhadap China
Selama beberapa tahun terakhir, minat investor terhadap Tiongkok menurun akibat perlambatan ekonomi, ketidakpastian regulasi, dan risiko geopolitik. Namun, sektor AI di Tiongkok mulai mengubah pandangan tersebut. Pemerintah Tiongkok telah menjadikan AI sebagai salah satu prioritas utama dalam cetak biru ekonomi nasionalnya, dengan kebijakan yang mendukung pengembangan teknologi ini di berbagai sektor. Selain itu, modal yang signifikan mengalir dari pemerintah daerah dan dana-dana yang didukung negara untuk mendorong inovasi AI. Keterbatasan akses terhadap teknologi Barat, yang disebabkan oleh ketegangan geopolitik, justru mendorong perusahaan-perusahaan Tiongkok untuk mengembangkan sistem AI mereka sendiri, menciptakan solusi yang lebih terintegrasi dan sesuai dengan kebutuhan lokal. Investor seperti Srihari Kumar dari LionRock Capital, yang sebelumnya membatasi eksposur ke Tiongkok hingga hanya 20% dari portofolionya, kini mulai meningkatkan alokasinya di sektor AI di Tiongkok. Hal ini mencerminkan adanya optimisme baru terhadap potensi perkembangan AI di negara tersebut.
Implikasi terhadap Sistem Ekonomi dan Moneter Global