Pendahuluan
Indonesia adalah negeri yang kaya akan tradisi, budaya, dan warisan sejarah yang beragam. Salah satu kekayaan tersebut tercermin dalam karya sastra yang diwariskan oleh para pujangga besar, terutama dalam budaya Jawa. Raden Ngabehi Ranggawarsita, yang hidup pada masa Kesultanan Kasunanan Surakarta, merupakan salah satu tokoh sastra terbesar di Jawa. Beliau dikenal melalui karya-karyanya yang bernuansa ramalan dan penuh pesan moral, yang seolah-olah mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan hidup manusia dalam menghadapi perubahan zaman. Beberapa karyanya yang terkenal adalah rangkaian tembang berjudul “Kalasuba,” “Katatidha,” dan “Kalabendhu.” Melalui ketiga karya ini, Ranggawarsita memperkenalkan tiga tahapan zaman, yaitu masa Kalasuba yang melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran, masa Katatidha yang menggambarkan ketidakpastian, dan masa Kalabendhu yang mencerminkan kemerosotan moral dan sosial.
Secara simbolis, Ranggawarsita menyampaikan pandangan tentang dinamika sosial dan politik yang ia saksikan pada masanya. Namun, banyak yang menganggap bahwa ramalan ini masih relevan hingga hari ini, terutama di Indonesia modern. Peralihan zaman dalam “triwikrama” yang dijelaskan Ranggawarsita menunjukkan siklus perjalanan manusia dari masa kebaikan menuju kemerosotan moral yang diakibatkan oleh perilaku menyimpang. Kemerosotan ini ditandai oleh perilaku masyarakat yang semakin jauh dari nilai-nilai luhur dan hilangnya integritas dalam kehidupan sosial maupun politik. Fenomena tersebut, sayangnya, sangat mudah ditemukan dalam kondisi Indonesia saat ini, terutama terkait dengan isu korupsi. Praktik korupsi telah menjadi masalah besar yang mempengaruhi hampir seluruh sektor kehidupan, dari sektor pemerintahan hingga sektor swasta, dan telah menimbulkan kerugian besar baik secara finansial maupun moral.
Korupsi di Indonesia bukanlah hal baru; ia telah menjadi "penyakit sosial" yang menantang perkembangan bangsa selama bertahun-tahun. Data dari Transparency International menunjukkan bahwa indeks persepsi korupsi Indonesia masih berada di tingkat yang memprihatinkan, menandakan bahwa praktik korupsi tetap menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan pembangunan nasional. Dalam pandangan Ranggawarsita, korupsi dapat dianggap sebagai salah satu manifestasi dari era Kalabendhu—sebuah zaman kegelapan di mana keserakahan, ketidakadilan, dan hilangnya nilai moral menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Fenomena ini seolah-olah menjadi cerminan dari apa yang diungkapkan Ranggawarsita melalui karyanya tentang keadaan moral yang memburuk akibat ulah manusia yang semakin terjerat dalam materialisme dan hawa nafsu.
Berangkat dari refleksi yang disampaikan oleh Ranggawarsita, korupsi dapat dipahami sebagai masalah multidimensional yang bukan hanya bersifat material, tetapi juga mencerminkan kerusakan nilai moral dan budaya dalam masyarakat. Ketiga era—Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu—bisa dipahami sebagai tahapan dalam dinamika sosial yang disebabkan oleh pola pikir dan perilaku manusia yang terus berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Pada era Kalasuba, masyarakat hidup dalam kemakmuran yang dihasilkan oleh harmoni dan moralitas yang kuat. Namun, ketika memasuki era Katatidha, nilai-nilai tersebut mulai terkikis dan digantikan oleh ketidakpastian serta ketidakjelasan dalam kehidupan. Ketidakpastian ini kemudian menimbulkan era Kalabendhu, yang menjadi zaman kegelapan di mana korupsi, kejahatan, dan ketidakadilan telah merajalela.
Mengapa korupsi dapat terus berkembang di Indonesia dan mengapa fenomena ini begitu sulit diberantas? Dalam konteks zaman yang dijelaskan oleh Ranggawarsita, kondisi ini mungkin dapat diartikan sebagai buah dari hilangnya nilai-nilai luhur dalam masyarakat. Pemimpin yang korup, birokrasi yang penuh kolusi, serta masyarakat yang semakin apatis adalah faktor-faktor yang mempercepat masuknya era Kalabendhu dalam kehidupan bangsa. Korupsi telah menjadi simbol dari runtuhnya etika, kejujuran, dan integritas di berbagai lini kehidupan sosial, dan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang bagaimana bangsa ini dapat keluar dari siklus kegelapan yang digambarkan Ranggawarsita.
Pendekatan Ranggawarsita dalam mengurai tiga zaman ini menawarkan sebuah refleksi mendalam tentang arti penting moralitas dan integritas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks Indonesia modern, peralihan zaman dari Kalasuba menuju Kalabendhu mungkin mencerminkan krisis moralitas yang terjadi di banyak sektor. Karya-karya Ranggawarsita mengajak pembaca untuk merenungkan kembali nilai-nilai moral dan spiritual yang telah diwariskan oleh leluhur. Nilai-nilai tersebut, jika dipertahankan, mungkin dapat menjadi solusi untuk keluar dari era Kalabendhu yang penuh dengan korupsi dan ketidakadilan. Dengan memahami dan mengaplikasikan ajaran moral yang terkandung dalam era Kalasuba, masyarakat dapat menciptakan kondisi sosial yang lebih harmonis, di mana korupsi tidak lagi memiliki tempat dalam kehidupan sehari-hari.