Mohon tunggu...
Khairunisa putri
Khairunisa putri Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Politik

tertarik dengan isu politik, gender, dan sejarah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Transformasi Kebijakan Cuti Hamil di Indonesia: Analisis Dampak UU KIA 2024 Terhadap Pemberdayaan Pekerja Perempuan

16 Juni 2025   16:49 Diperbarui: 16 Juni 2025   16:57 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tantangan Implementasi UU KIA

Dalam praktiknya, hak atas pendidikan mengenai perawatan dan pengasuhan, anak hanya secara eksplisit diberikan kepada ibu, sedangkan ayah tidak mendapatkan hak yang setara. Perempuan mendapatkan cuti yang jauh lebih lama hingga enam bulan dengan skema penggajian yang mampu dibandingkan dengan ayah yang hanya memperoleh cuti selama 2 hari dan bisa diperpanjang 3 hari tanpa jaminan penggajian yang jelas. Ketimpangan ini tidak hanya memperkuat stereotip gender, tetapi juga berpotensi menimbulkan diskriminasi tidak langsung di dunia kerja, di mana pemberi kerja lebih cenderung mempekerjakan laki-laki untuk mengurangi beban administratif.

Adanya tantangan bagi perusahaan kecil yang harus menanggung beban tambahan berupa pembayaran gaji penuh selama empat bulan pertama dan 75% untuk dua bulan berikutnya, yang berpotensi mengganggu kelancaran operasional serta memicu diskriminasi terhadap pekerja perempuan. UU KIA juga belum mengakomodasi perlindungan terhadap ibu rumah tangga dan pekerja di sektor informal, seperti pekerja rumah tangga (PRT). Padahal, jumlah tenaga kerja di sektor informal telah mencapai sekitar 82,67 juta orang (55,9%) yang didominasi oleh perempuan. 

Meskipun UU KIA membuat terobosan dengan menambah cuti melahirkan bagi ibu pekerja menjadi paling lama 6 bulan, implementasinya menghadapi tantangan tersendiri. Cuti tersebut hanya dapat diperoleh dalam kondisi khusus terkait kesehatan ibu dan/atau anak yang harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter. Persyaratan ini dapat menjadi hambatan birokratis yang menyulitkan akses perempuan terhadap haknya. Kemudian, lemahnya pengawasan telah menyebabkan banyak perusahaan tidak melaksanakan ketentuan ini secara sungguh-sungguh atau hanya melakukannya di atas kertas agar tidak berdampak pada perizinan perusahaan

Strategi Implementasi Efektif untuk Mencapai Tujuan UU KIA

  1. Perlu melakukan revisi Undang-Undang Cipta Kerja untuk menyelaraskan ketentuan cuti melahirkan 6 bulan dengan skema penggajian progresif (100% gaji 3 bulan pertama, 75% 3 bulan berikutnya). 

  2. Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga harus dirancang ulang untuk memasukkan hak kesehatan reproduksi dan cuti melahirkan. 

  3. Melakukan sistem monitoring berbasis teknologi untuk memantau real-time, seperti kepatuhan perusahaan terhadap cuti melahirkan. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun