A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Banyak kasus yang terjadi terkait dengan keberadaan anak berkebutuhan
khusus di sekolah-sekolah umum, yang mana memerlukan perhatian dan layanan
pendidikan yang sesuai dengan kondisi serta kebutuhannya. Setiap anak memiliki
karakteristik dan keunikan masing-masing, terutama dalam hal kebutuhan dan
kemampuan belajar di sekolah.
Anak-anak tersebut, tentu saja tidak dapat serta merta dilayani kebutuhan
belajarnya seperti anak-anak normal pada umumnya. Guru di sekolah harus
mampu memberikan layanan pendidikan kepada setiap anak berkebutuhan khusus,
namun sayangnya masih banyak guru yang belum memahami tentang anak
berkebutuhan khusus. Hal ini tentu saja mengakibatkan guru tidak dapat
memberikan layanan pendidikan yang optimal. Terlebih lagi, anak-anak
berkebutuhan khusus mencakup berbagai jenis dan derajat kelainan yang
bervariasi. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman dan kreativitas seorang guru di
sekolah dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan anak. Dengan demikian, peningkatan kompetensi siswa dalam belajar
akan lebih mudah tercapai.
Pelaksanaan pendidikan inklusi memerlukan dukungan dari guru untuk
memberikan pengetahuan kepada anak berkebutuhan khusus (ABK). Pengetahuan
ini penting untuk mengidentifikasi ABK yang keberadaannya dapat dideteksi
secepat mungkin. Selanjutnya, pelayanan seperti penanganan medis, terapi, dan
layanan pendidikan yang diperlukan untuk pengembangan pengetahuan mereka.
Pengidentifikasian merupakan tahap yang perlu dilakukan untuk memperoleh
informasi dan referensi terbaru guna memberikan pelayanan kepada ABK dengan
tingkat gangguan yang berbeda. Data ini dapat digunakan sebagai bahan kajian
bagi guru untuk menetapkan target pembelajaran, melaksanakan kajian
instruksional, menyusun strategi pembelajaran, memilih media pembelajaran, dan
merancang evaluasi penilaian yang sesuai.
Proses identifikasi ABK sangat dibutuhkan oleh guru untuk memahami
tingkat gangguan ABK, seperti gangguan fisiologis, psikologis, intelektual, sosial,
dan emosional. ABK memiliki karakteristik tertentu yang harus diidentifikasi oleh
guru untuk mengetahui gejala yang muncul. Melalui pengamatan terhadap ABK,
guru dapat menentukan penanganan yang berupa pelayanan khusus. Diagnosa
yang menyeluruh memerlukan tenaga ahli yang berwenang. Dengan kemampuan
mengidentifikasi ABK dengan baik, guru dapat merumuskan tahapan pelayanan
yang tepat. Kesalahan dalam penanganan ABK dapat berdampak negatif terhadap
pengembangan kompetensi mereka. Identifikasi dalam penanganan ABK harus
disesuaikan dengan kebutuhan, ciri khas, dan kompetensi anak. Proses identifikasi
digunakan untuk berbagai kebutuhan, seperti penjaringan, pengalihan, klasifikasi,
perencanaan pembelajaran, dan pengawasan peningkatan pembelajaran.
Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pendidikan Inklusi
Dosen:
Dr. Syarifan Nurjan, MA.
Oleh:
Keyzha Natania A (23150523)
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2025
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Banyak kasus yang terjadi terkait dengan keberadaan anak berkebutuhan
khusus di sekolah-sekolah umum, yang mana memerlukan perhatian dan layanan
pendidikan yang sesuai dengan kondisi serta kebutuhannya. Setiap anak memiliki
karakteristik dan keunikan masing-masing, terutama dalam hal kebutuhan dan
kemampuan belajar di sekolah.
Anak-anak tersebut, tentu saja tidak dapat serta merta dilayani kebutuhan
belajarnya seperti anak-anak normal pada umumnya. Guru di sekolah harus
mampu memberikan layanan pendidikan kepada setiap anak berkebutuhan khusus,
namun sayangnya masih banyak guru yang belum memahami tentang anak
berkebutuhan khusus. Hal ini tentu saja mengakibatkan guru tidak dapat
memberikan layanan pendidikan yang optimal. Terlebih lagi, anak-anak
berkebutuhan khusus mencakup berbagai jenis dan derajat kelainan yang
bervariasi. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman dan kreativitas seorang guru di
sekolah dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan anak. Dengan demikian, peningkatan kompetensi siswa dalam belajar
akan lebih mudah tercapai.
Pelaksanaan pendidikan inklusi memerlukan dukungan dari guru untuk
memberikan pengetahuan kepada anak berkebutuhan khusus (ABK). Pengetahuan
ini penting untuk mengidentifikasi ABK yang keberadaannya dapat dideteksi
secepat mungkin. Selanjutnya, pelayanan seperti penanganan medis, terapi, dan
layanan pendidikan yang diperlukan untuk pengembangan pengetahuan mereka.
Pengidentifikasian merupakan tahap yang perlu dilakukan untuk memperoleh
informasi dan referensi terbaru guna memberikan pelayanan kepada ABK dengan
tingkat gangguan yang berbeda. Data ini dapat digunakan sebagai bahan kajian
bagi guru untuk menetapkan target pembelajaran, melaksanakan kajian
instruksional, menyusun strategi pembelajaran, memilih media pembelajaran, dan
merancang evaluasi penilaian yang sesuai.
Proses identifikasi ABK sangat dibutuhkan oleh guru untuk memahami
tingkat gangguan ABK, seperti gangguan fisiologis, psikologis, intelektual, sosial,
dan emosional. ABK memiliki karakteristik tertentu yang harus diidentifikasi oleh
guru untuk mengetahui gejala yang muncul. Melalui pengamatan terhadap ABK,
guru dapat menentukan penanganan yang berupa pelayanan khusus. Diagnosa
yang menyeluruh memerlukan tenaga ahli yang berwenang. Dengan kemampuan
mengidentifikasi ABK dengan baik, guru dapat merumuskan tahapan pelayanan
yang tepat. Kesalahan dalam penanganan ABK dapat berdampak negatif terhadap
pengembangan kompetensi mereka. Identifikasi dalam penanganan ABK harus
disesuaikan dengan kebutuhan, ciri khas, dan kompetensi anak. Proses identifikasi
digunakan untuk berbagai kebutuhan, seperti penjaringan, pengalihan, klasifikasi,
perencanaan pembelajaran, dan pengawasan peningkatan pembelajaran.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud identifikasi anak berkebutuhan khusus?
b. Apa saja kategori anak berkebutuhan khusus?
c. Bagaimana upaya dalam penanganan anak yang memiliki permasalahan
pembelajaran?
B. Pembahasan
1. Definisi Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Identifikasi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengenal atau
menandai sesuatu. Identifikasi dipahami sebagai proses penjaringan atau
penemuan anak yang mungkin memiliki kelainan atau masalah. Selain itu,
identifikasi juga mencakup proses pendeteksian dini terhadap anak yang diduga
mengalami kelainan atau masalah, serta proses pendeteksian dini bagi anak yang
diduga memiliki kebutuhan khusus. Identifikasi merupakan langkah awal yang
sangat penting untuk menandai munculnya kelainan atau kesulitan. Anak-anak
memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Perkembangan mereka
berlangsung sesuai dengan urutan tertentu, meskipun langkah-langkahnya dapat
bervariasi. Wajar jika beberapa anak unggul di bidang tertentu tetapi memiliki
kekurangan di bidang lain. Namun, jika anak-anak menunjukkan masalah atau
kesulitan yang teridentifikasi dalam satu atau lebih bidang perkembangan, dan
kinerjanya menunjukkan perbedaan signifikan dibandingkan dengan anak-anak
lain pada usia yang sama, disarankan untuk merujuk anak-anak tersebut untuk
penilaian profesional.
Istilah identifikasi anak dengan kebutuhan khusus merujuk pada suatu
usaha yang dilakukan oleh orang tua, guru, atau tenaga kependidikan lainnya
untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami kelainan atau penyimpangan
(fisik, intelektual, sosial, emosional/tingkah laku) dalam pertumbuhan dan
perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak
pada umumnya).
Mengidentifikasi masalah berarti mengenali suatu kondisi atau hal yang
dirasakan kurang baik. Masalah-masalah pada anak ini diperoleh dari keluhan-
keluhan yang dirasakan kurang baik. Masalah-masalah pada anak ini diperoleh
dari keluhan-keluhan orang tua dan keluarganya, keluhan dari guru, dan biasanya
didapat dari pengalaman lapangan. Identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang
yang dekat (sering berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti orang tuanya,
pengasuhnya, gurunya, dan pihak-pihak yang terkait dengannya. Sedangkan
langkah berikutnya, yang sering disebut asesmen, akan dibahas dalam
pembelajaran selanjutnya. Masalah perkembangan dan pembelajaran anak-anak
dapat dikaitkan dengan kombinasi beberapa faktor. Kondisi perkembangan anak
itu sendiri dan faktor lingkungan lainnya, seperti keluarga, sekolah, atau
masyarakat, dapat berperan.
2. Kategori Anak Berkebutuhan Khusus
ABK didefinisikan sebagai anak-anak yang memiliki tanda-tanda tertentu
yang menunjukkan adanya gangguan secara fisiologis, tetapi juga memiliki makna
positif bagi anak dengan perbedaan ciri fisiologis, serta memiliki arti yang baik
bagi anak dengan ciri khas ABL. Perbedaan ini berkaitan dengan kepribadian dan
kebutuhan yang spesifik dari ABL. Perbedaan ini berhubungan dengan
kepribadian dan kebutuhan yang dapat membantu anak meraih masa depan dan
mendapatkan pendidikan yang sesuai. Berdasarkan pendapat ini, ABK yang
mengalami gangguan secara fisiologis memiliki keanekaragaman yang berbeda
pada setiap anak, sehingga memerlukan penanganan dan pelayanan khusus untuk
mendapatkan pendidikan dan menjalani kehidupan seperti anak normal lainnya.
Berikut beberapa kategorinya:
Kategori ABK Gangguan Keterangan
Tunanetra Mata
Anak mengalami gangguan pada panca
indera penglihatan yang mengakibatkan
kebutaan. Meskipun demikian, bantuan
diberikan untuk membantu anak dalam
melihat huruf.
Tunarungu Telinga
Anak mengalami gangguan pada panca
indera telinga, yang menyebabkan
mereka belum dapat berkomunikasi
secara lisan, serta mengakibatkan
ketidakseimbangan dalam kemampuan
berbahasa dan fungsi bahasa.
Tunagrahita Kecerdasan Anak yang mengalami gangguan pada
tingkat kecerdasan di bawah rata-rata
dan diidentifikasi belum mampu
berkomunikasi secara sosial.
Tunagrahita dapat dibagi menjadi
beberapa kategori:
(1) Tunagrahita ringan, yang memiliki
tingkat kecerdasan antara 68-52, dan
sudah mampu melakukan aktivitas
membaca, menulis, serta berhitung
sederhana.
(2) Tunagrahita sedang, dengan tingkat
kecerdasan 54-40, mengalami kesulitan
dalam menerima materi pembelajaran,
seperti menulis, membaca, dan
berhitung.
(3) Tunagrahita berat, yang memiliki
tingkat kecerdasan antara 39-25,
memerlukan penanganan yang
Tunadaksa Tunalaras Anggota
tubuh
Emosi dan
tingkah laku
menyeluruh, dimulai dari kebutuhan
dasar seperti mandi dan makan.
Anak yang mengalami gangguan pada
anggota tubuh. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh kecelakaan atau faktor
bawaan sejak lahir. Tunadaksa dapat
dikategorikan menjadi:
(1) Tunadaksa ringan, di mana individu
masih memiliki anggota tubuh yang
dapat digunakan dan mampu mengurus
diri sendiri;
(2) Tunadaksa sedang, di mana individu
memerlukan bantuan dari orang lain
untuk melakukan aktivitas seperti
berbicara, berjalan, dan mengurus diri
sendiri;
(3) Tunadaksa berat, yang memerlukan
penanganan menyeluruh dalam hal
berbicara dan pengelolaan diri.
Anak menunjukkan perilaku yang
bertentangan dengan norma sosial
masyarakat, seperti mencuri,
mengganggu, dan menyakiti orang lain,
yang dikenal sebagai tunasosial. Anak-
anak yang mengalami gangguan ini
dapat mengganggu norma sosial dan
rasa empati terhadap orang lain.
Beberapa kategorinya yaitu:
a. Autisme: Anak yang mengalami
gangguan ini terletak pada sistem saraf
dan sudah ada sejak lahir. Ciri-cirinya
adalah kecenderungan untuk menutup
diri dari orang lain, yang dapat
mempengaruhi perilaku dan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain.
b. ADHD (Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas) adalah
gangguan yang ditandai dengan
kesulitan dalam memusatkan perhatian
dan mengelola perilaku serta gerakan.
Gejala ini biasanya mulai terlihat ketika
anak berusia antara 7 hingga 6 tahun.
c. Lamban belajar: Anak yang memiliki
kompetensi di bawah rata-rata tetapi
tidak dikategorikan sebagai tuna grahita.
Mereka mengalami kesulitan dalam
berpikir, tetapi dapat beradaptasi lebih
baik dibandingkan dengan tuna grahita.
Mereka sering kali melakukan tugas
secara berulang-ulang untuk
menyelesaikannya, baik dalam konteks
akademik maupun non-akademik.
d. Anak yang kesulitan dalam
pembelajaran: Anak yang mengalami
kesulitan dalam proses belajar, terutama
dalam menerima tugas-tugas akademik
seperti membaca dan menulis. Masalah
ini diasumsikan disebabkan oleh
gangguan saraf, sehingga tingkat
kecerdasan mereka bisa berada di atas
atau di bawah rata-rata. Kesulitan dalam
pembelajaran membaca (disleksia),
kesulitan dalam menulis (disgrafia), atau
kesulitan dalam berhitung.
e. Anak yang mengalami gangguan
komunikasi: Anak yang memiliki
masalah dalam berkomunikasi, seperti
gangguan dalam pengucapan, pita suara,
kelancaran berbicara, dan
ketidakseimbangan dalam penggunaan
bahasa. Oleh karena itu, mereka
memerlukan layanan pendidikan khusus.
f. Gifted adalah anak yang memiliki
tingkat kecerdasan, kreativitas, dan
tanggung jawab di atas rata-rata,
sehingga memerlukan penanganan
khusus untuk mewujudkan potensi
mereka.
3. Upaya Dalam Penanganan Anak Yang Memiliki Permasalahan Pembelajaran
Terselenggaranya sekolah inklusi dalam pendidikan inklusi dapat
dihubungkan dengan proses identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk
mendeteksi sedini mungkin gangguan yang dialami anak dan memberikan
penanganan pelayanan khusus yang didampingi oleh guru pendamping serta
tenaga ahli. Upaya dalam menangani anak yang menghadapi permasalahan
pembelajaran dapat diidentifikasi melalui lima cara, antara lain:
1) Screening: dilakukan kepada semua anak di dalam kelas untuk ABK.
Identifikasi pada ABK menunjukkan ciri-ciri, seperti sering sakit, ketiduran di
dalam kelas, kurang fokus, lamban dalam menerima pembelajaran, tingkat
kecerdasan di bawah rata-rata, dan kesulitan membaca. Proses ini dapat
mengungkap gangguan yang dialami anak sehingga dapat dikategorikan
sebagai anak yang berkebutuhan khusus atau tidak. Peran orang tua, guru, dan
tenaga ahli lainnya sangat diperlukan dalam screening agar anak mendapatkan
perlakuan yang menyeluruh.
2) Referal (Pengalihan Tangan) adalah proses yang dijadikan acuan bagi guru
untuk merujuk kepada tenaga ahli lain dalam penanganan ABK, yang disebut
dengan proses referal. Jika tenaga ahli belum memadai, maka akan didampingi
oleh tenaga lain, seperti guru pendampingan khusus (guru PLB). Ciri-ciri yang
menunjukkan pada aspek penjaringan diidentifikasi dan dikategorikan ke
dalam dua kelompok, yaitu:
a) anak yang direkomendasikan kepada tenaga ahli lainnya untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut, misalnya psikolog, dokter, ahli
pendampingan luar biasa, terapis, dan seterusnya diberikan penanganan
kepada guru;
b) anak yang tidak memerlukan rekomendasi kepada ahli lain secara
langsung karena dapat ditangani oleh guru dalam bentuk pelayanan khusus
dalam pembelajaran.
3) Klasifikasi dilakukan untuk menentukan rekomendasi bagi tenaga ahli yang
memerlukan perlakuan lebih lanjut. Setelah pemeriksaan dilakukan oleh
tenaga ahli, seperti pengobatan, terapi, dan pelatihan khusus, guru dapat
berkomunikasi dengan orang tua anak. Guru tidak dapat memberikan
pengobatan terapi secara mandiri tanpa difasilitasi oleh tenaga ahli dan harus
menginformasikan kepada orang tua mengenai kondisi anak. Guru dapat
memberikan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak. Jika tidak
ditemukan ciri yang signifikan dan memerlukan penanganan lebih lanjut,
maka anak dapat mengikuti pembelajaran
4) Perencanaan pembelajaran dilakukan setelah hasil pemeriksaan dari tenaga
ahli sesuai dengan kebutuhan anak. Setiap gangguan yang dialami anak
mendapatkan penanganan dalam bentuk program pembelajaran untuk Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK).
5) Pengawasan perkembangan pembelajaran dapat berhasil jika dalam penentuan
waktu perkembangan menunjukkan peningkatan, maka dapat dilakukan
pemeriksaan ulang untuk mendiagnosis dengan tepat program pembelajaran,
bimbingan pembelajaran, dan metode pembelajaran.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI