Mohon tunggu...
Wayan Kerti
Wayan Kerti Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP Negeri 1 Abang, Karangasem-Bali. Terlahir, 29 Juni 1967

Guru SMP Negeri 1 Abang, Karangasem-Bali. Terlahir, 29 Juni 1967

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Cerpen sebagai Media Penanaman Karakter

1 April 2019   05:06 Diperbarui: 1 April 2019   18:39 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membacakan cerpen untuk anak (Ilustrasi: Thinkstockphotos)

Media cetak seperti koran, majalah, tabloid, dan sejenisnya, umumnya menyediakan ruang khusus untuk karya sastra, termasuk cerita pendek (cerpen). Rubrik tersebut biasanya disediakan untuk para penikmat dan penulis karya sastra cerpen pada edisi terbitan hari Sabtu atau Minggu.

Adakah manfaat yang bisa dipetik oleh masyarakat (pembaca) dari membaca cerpen? Jawabannya adalah bahwa cerpen tersebut dapat menjadi media yang ampuh untuk menyampaikan pesan-pesan moral atau nilai-nilai kepada masyarakat (pembaca).

Dengan membaca cerita pendek secara aktif-produktif, sesungguhnya kita juga dapat membangun sikap mental yang positif pada anak. Lebih-lebih, bagi orangtua yang sering dibenturkan dengan kesibukan mengejar karier. Reinterpretasi cerpen secara kontekstual tentu dapat dijadikan salah satu pijakan untuk mendidik anak-anaknya.

Cerpen dipilih sebagai titik tolak dalam mendidik anak bangsa pada umumnya didasari atas sejumlah alasan. Pertama, sebagai bagian kebudayaan, cerpen lebih cepat diterima dan mudah didapat. Membacanya pun tidak perlu waktu khusus, cukup dengan sekali duduk sebagaimana dinyatakan oleh Edgar Allan Poe.

Di samping itu, kependekan cerpen mengandung keunggulan bagi orangtua untuk memetik buah ranum secara instan di balik aksara sebagai mahkota kebudayaan.

Kedua, cerpen sebagai bagian genre sastra memungkinkan orangtua membangun "ruang diskusi" di atas teks melalui dialog multiarah pada isi cerpen. Dialog yang ada membuat teks cerpen terbuka bagi penafsiran.

Sebagai karya sastra, kehadirannya selalu bersifat multi interpretasi. Pendidikan dengan segala aspeknya bisa dibedah melalui cerpen, sepanjang pembedahnya mampu mengontekstualkan dengan situasi dan kondisi terkini masyarakatnya.

Ketiga, melalui penampilan para tokoh dalam cerpen memungkinkan kita mengambil teladan secara bervariasi mulai dari belajar memahami diri-sendiri dan orang lain, belajar mendewasakan diri, menghargai orang lain, membangun kesadaran dan kesabaran sebagai makhluk sosial, individu dan religius.

Beranjak dari alasan itu, cerpen pantas direvitalisasi untuk mendidik sekaligus memacu minat baca anak bangsa. Hal itu dimungkinkan karena sikap dasar sebagai karya fiksi, bisa menebak ke segala arah sesuai dengan kejelian pembaca menjadikan senjata. Dalam konteks inilah, cerpen dapat dijadikan alat pendidikan yang dinamis melampaui batas ruang dan waktu.

Sebagai contoh, cerpen Kisah di Kantor Pos karya Muhammad Ali. Dalam cerpen itu, dikisahkan seorang lelaki kumal yang baik kembali ke kantor pos setelah mengetahui dirinya menerima uang lebih ketika mencairkan weselnya yang seharusnya Rp 300,00 tetapi ketika pegawai pos membayar tak disangka uangnya lebih Rp 100,00.

Kelebihan itu hendak dikembalikan oleh lelaki kumal itu ke pegawai pos dengan permakluman bahwa Rp 15,00 dari kelebihan itu telanjur dipakai untuk menambal ban sepeda yang kempes saat perjalanan ke kantor pos. Dari sini, lantas terjadi konflik antara pegawai pos yang teledor dengan lelaki kumal yang jujur. Pada cuplikan cerpen di atas, kita disuguhi nilai-nilai kejujuran yang bisa diajarkan kepada anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun