Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kontroversi Pemindahan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem

12 Juni 2018   17:45 Diperbarui: 12 Juni 2018   17:59 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negara adidaya itu berulah lagi. Tindakan-tindakan kontroversial tetap dilakukan walaupun banyak suara yang menentang. Tindakan ini mengacaukan proses perdamaian dunia yang diimpikan seluruh negeri. Ya, benar. Terhitung 14 Mei 2018, Amerika Serikat memindahkan kedutaan besarnya yang semula berada di Tel Aviv ke kota yang sudah tidak asing di telinga, Yerusalem. Lokasi persis dari kedutaan ini berada sebagian di Yerusalem Barat yang berada di kekuasaan Israel dan sebagian di teritori okupasi berdasarkan hukum internasional.

Pemindahan ini merupakan bukti dari janji Presiden Donald Trump dalam kampanyenya. Tindakan ini tentu mempertegas komitmen Amerika Serikat untuk menjalin hubungan yang lebih erat  dengan salah satu negara sekutu terdekatnya, Israel. Pemindahan kedutaan besar Amerika Serikat ke Yerusalem juga sebenarnya bukan hanya janji yang muncul dari presiden yang berkuasa sekarang saja, tetapi juga merupakan janji dari Presiden Clinton dan Presiden Bush. Pada tahun 1995, Kongres Amerika Serikat sudah menyetujui pendanaan dan relokasi kedutaan besar hingga terakhir pada tahun 1999. Namun, presiden-presiden sebelumnya selalu mengabaikannya untuk kepentingan perdamaian dunia.

Yerusalem merupakan sebuah kota yang berdiri sejak 2800 SM. Kota ini sudah diserang sebanyak 52 kali, diambil alih 44 kali, dan dikepung 23 kali. Dalam dunia politik modern, kedua kubu yaitu Palestina dan Israel sama-sama mengklaim kota tersebut merupakan ibu kota dari negara mereka dengan Palestina mengklaim Yerusalem Timur sebagai ibu kota dan Israel mengklain seluruh Yerusalem sebagai ibu kota.

Pada tahun 1947, United Nations General Assembly sudah menyetujui pembagian Palestina Inggris dibagi menjadi negara Arab dan negara Yahudi dengan Yerusalem dan Bethlehem sebagai ruang pembagi yang diadministrasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun, hal ini tidak pernah terjadi. 

Pernyataan kekuasaan yang  terakhir terjadi tahun 1980  oleh Israel, yang menyatakan bahwa Yerusalem sudah ibu kota negara yang sudah dimiliki sepenuhnya tidak disetujui oleh PBB karena Yerusalem Timur dianggap masih merupakan daerah okupasi. Sejak saat itu, seluruh negara memiiki konsensus bahwa Yerusalem memiliki kasus khusus sehingga hampir seluruh kedutaan besar ke Israel bertempat di Tel Aviv.

Pemindahan ini dikhawatirkan menghambat terciptanya perdamaian dunia. Status Palestina yang merupakan non-member observer state di PBB sejak 2012 --atau dengan kata lain pengakuan de facto sebagai sebuah negara- harus dihormati oleh negara-negara anggota PBB lainnya. Total 136 negara anggota PBB juga mengakui Palestina sebagai sebuah negara. 

Untuk memperjelas banyaknya dukungan kepada Palestina,  resolusi United Nations General Assembly pada Desember 2017 dapat menjadi tolak ukur pegangan pendapat pertama . Dari total 193 negara, 128 negara memanggil Amerika Serikat untuk tidak lagi menganggap Yerusalem sebagai ibu kota dari Israel. Hanya 9 negara yang menentang hal ini, 35 abstain, dan 21 tidak memilih dalam pertemuan tersebut.

Lokasi kedutaan baru ini yang tidak sepenuhnya terletak di Yerusalem Barat yang merupakan daerah kekuasaan Israel mematahkan pendapat yang beranggapan bahwa pemindahan ini tidak berdampak kepada perundingan perdamaian Israel-Palestina. Pembangunan gedung baru yang berlokasi sebagian di daerah okupasi sesuai resolusi PBB telah melanggar hukum internasional yang menyatakan daerah tersebut merupakan daerah tanpa kepemilikan.

Menurut berbagai analis pemindahan tersebut berbahaya bagi Amerika Serikan dan Israel sendiri. Kebijakan Amerika Serikat yang bertentangan dengan norma internasional justru membuat jelek citra  Amerika Serikat dalam kancah politik dunia. Sementara untuk Israel, pemindahan ini dikhawatirkan berbahaya untuk keamanan nasional negaranya.

- Gilang Akbar Cindani Gardian

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun