Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Hukum

KPK di Tengah Pesta Demokrasi

2 Juli 2018   23:30 Diperbarui: 2 Juli 2018   23:29 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ahmad Hidayat Mus, pemenang Pilgub Maluku utara versi quick count ini untuk sementara harus mengubur impiannya menduduki jabatan yang akan disandangnya, ia ditahan KPK seusai menjalani pemeriksaan pada senin 2 Juli 2018 hari ini.

Ahmad Hidayat Mus dan adiknya, Zainal Mus, sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka karena  diduga melakukan korupsi dengan modus pengadaan proyek fiktif, yaitu  pembebasan lahan Bandara Bobong pada APBD Kabupaten Kepulauan Sula 2009.  Saat itu, Ahmad berstatus sebagai Bupati Kabupaten Kepulauan Sula  2005-2010, sedangkan Zainal berstatus sebagai Ketua DPRD Kabupaten  Kepulauan Sula 2009-2014.

Sebuah ironi, seorang tersangka KPK memenangi Pilgub. Mungkin para pemilih tak peduli dengan uapaya KPK memberantas korupsi atau pemilih tidak mengetahui pilihannya sedang menghadapi masalah hukum.  Atau, mungkin saja para pemilih berpegang azas parduga tak bersalah.

Namun dibalik itu adalah karena tidak boleh mundur dari pencalonan sesuai Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Seperti disampaikan oleh Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono Ubaid Tanthowi  menyatakan bahwa calon kepala daerah yang tersangkut dan jadi tersangka  kasus dugaan korupsi tidak bisa mengundurkan diri sebagai peserta  Pilkada. Baik yang diusung oleh partai politik mau pun calon kepala  daerah yang maju lewat jalur perseorangan.

Selain Ahmad Hidayat Mus Setidaknya ada delapan oran yang menjadi tahanan KPK. Kedela[an peserta pilkada dimaksud adalah calon Bupati Jombang Nyono  Suharli, calon Gubernur NTT Marianus Sae, calon Bupati Subang Imas  Aryumningsih, Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun, calon Wali Kota Malang Mochamad Anton, calon  Wali Kota Malang Yaqud Ananda Gudban, calon Gubernur Lampung Mustafa,  dan calon Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, calon kepala daerah (3 calon gubernur, 3  calon bupati, dan 2 calon walikota) yang tetap maju di ajang  pilkada, meski raga sudah dalam kerangkeng KPK.

Mereka umumnya ditahan karena kasus dugaan korupsi dan suap. Tiga di  antaranya bahkan sudah ditahan sebelum KPU resmi mengumumkan nama mereka  sebagai peserta Pilkada 2018. Enam lainnya menyandang status tersangka  setelah lolos penetapan KPU.

Dari catatam tersebut diatas menjadi sebuah pertanda antara KPU dan KPK seolah berjalan sendiri sendiri.  Ditengah upaya pelemahan KPK, KPK sering dituding berpolitik, bahkan seorang anggota DPR menyalahkan KPK karena banyaknya anggota DPR yang tersangkut kasus korupsi.

Beberapa waktu silam, KPK telah menulis surat keberatan kepada Presiden Jokowi perihal RKUHP yang memasukkan pasal korupsi yang dinilai mengamputasi kewenangan KPK menjadi hanya sebagai lembaga pencegahan korupsi. RKUHP yang rencananya akan dibahas Agustus mendatang juga ditentang banyak pihak. Upaya pelemahan KPK bukan kali ini terjadi, tahun silam DPR juga berencana melakukan pembahasan Revisi UU KPK yang urung dilaksanakan karena terjadi banyak penentangan.

Di Tengah upaya upaya pengkerdilan KPK tersebut, pesta demokrasi yang digelar, apa yang dilakukan KPK dalam pemberantasan korupsi menjadi sebuah konflik kepentingan. Namun disisi lain, upaya KPK yang banyak melakukan OTT menjelang Pilkada sangat mudah dipolitisir oleh para politisi.

Biaya politik yang mahal bukan merupakan alasan terjadinya penyalah gunaan jabatan, namun menjadi sebuah cerminan seleksi alam dalam politik liberal, uang menjadi sebuah kekuatan politik. Apalagi ketika seorang tersangka KPK memenangi persaingan semakin mencerminkan berkembangnya politik yang makin liberal. Dalam politik liberal, uang, kekuatan, kepandaian bahkan kelicikan menjadi bagian dari prilaku politik itu.

Namun yang menjadi pertanyaan, ditengah upaya pelemahan KPK, KPK banyak melakukan OTT menyasar kontestan Pilkada yang dapat dinilai sebagai upaya kejar tayang. Seperti yang disampaikan oleh politisi PDIP yang kadernya terjaring OTT KPK disebut berlatar belakang politis, bukan tidak mungkin karena kebutuhan biaya politik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun