Mohon tunggu...
F. I. Agung Prasetyo
F. I. Agung Prasetyo Mohon Tunggu... Ilustrator - Desainer Grafis dan Ilustrator

Cowok Deskomviser yang akan menggunakan Kompasiana untuk nulis dan ngedumel...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dua Pembelajaran tentang Uang

15 Februari 2018   22:54 Diperbarui: 17 Februari 2018   08:25 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi uang. gambar: kschneider2991

Nampaknya memang ada banyak kisah yang dapat kita jadikan sebagai sumber inspirasi dalam kehidupan kita; baik kisah tersebut kita alami sendiri ataupun orang lain yang menceritakannya kepada kita, atau orang lain yang mengalaminya namun bersinggungan dengan kehidupan kita.

Sebagaimana banyak orang bilang, pengalaman merupakan guru yang baik; dan kabar baiknya adalah 'guru' tersebut tidak selalu harus berasal dari pengalaman kita pribadi, karena bisa saja pengalaman yang membuat mata kita 'terbuka' adalah justru pengalaman yang buruk.

Kisah ini benar terjadi kira-kira empat tahunan lalu. Hanya, terpikir jika dikumpulkan lalu dibuat sejenis otobiografi maka akan terasa aneh selain entah lakunya. hihihi

Saat itu saya sedang dalam masa sebulan pembelajaran di Kampung Inggris Pare-Kediri. Tetapi dua kejadian ini bukan saat saya belajar di sana (dimana hasil belajarnya pun tak sering dipraktikkan juga sehingga terbiasa ^_^), namun ketika saya berada dalam perjalanan dari dan ke Pare-Kediri tersebut.

Yang pertama adalah saat saya mengisi bensin di sebuah SPBU daerah Balongbendo-Sidoarjo. Kawasan ini merupakan kawasan pinggiran barat Sidoarjo berbatasan dengan Kota Mojokerto yang dipisahkan oleh Sungai Brantas, salah satu sungai terbesar di Jawa Timur. SPBU tersebut mempunyai kafe-resto bernama Ciewi dimana papan namanya cukup besar mendominasi pandangan terutama pada jalur ke arah Mojokerto, jadi agaknya mudah dikenali jika kita melintas pada jalan ini.

SPBU 'Ciewi' di Balongbendo-Sidoarjo. Gambar: Google Street Map
SPBU 'Ciewi' di Balongbendo-Sidoarjo. Gambar: Google Street Map
Tak ada yang aneh saat saya mengisi BBM motor saya pada SPBU tersebut. Namun saya sempat melihat seorang petugas dispenser BBM wanita berlari-larian menjauh dan berteriak kencang mengejar sebuah mobil, sementara saya pun masih melanjutkan antrian. Tak terlihat ada pengendara menanyakan atau peduli terhadap mbak tersebut seingat saya; dan saya tak tahu maksudnya mengapa demikian. Saat saya selesai pengisian, saya masih melihat di kejauhan mbak petugas tersebut dan menghampirinya karena penasaran ingin tahu apa yang terjadi.

Saya melihat adanya kepanikan dari mbak petugas tersebut. Saat dia menerangkan sambil menunjuk trafik lalin ke arah Mojokerto, saya baru ngeh jika ada seorang konsumen nakal: pergi setelah tangki mobilnya terisi penuh tanpa bayar. Dia ingin nebeng motor saya untuk mengejar, dan saya sepertinya tak berpikir jauh saat itu: menolongnya meski 'ala kadarnya'.

Mengapa 'ala kadarnya'?
Karena melanggar aturan.
Mbak yang saya bonceng ini tak membawa helm... saya juga tak membawa helm dobel. Selain itu saya harus ngebut untuk mengejar mobil sedan tersebut. Saya lupa jenis serta nomor TNKB (plat nomor) kendaraan ini; lagipula saya pikir hal itu tak seberapa penting kemudian.
Maka hanya sekali itulah saya berboncengan dengan seseorang dengan kecepatan tinggi; dimana hampir setiap saya berkendara sendiri selama ini tak pernah secepat itu, apalagi untuk melakukan pengejaran. Kekhawatiran saya bukan terkena tilang yang terutama, tetapi keselamatan saya sendiri juga. Bagaimana tidak? Dengan kecepatan lebih dari 70kpj mungkin kami berdua akan mudah terlempar (bahkan terjun masuk sungai) jika mendapati ada gundukan tiba-tiba atau lubang atau minimal jalanan yang tak rata. Tetapi untungnya hal itu tak terjadi.

Si Mbak cukup senang mobil yang diincarnya samar-samar terlihat di pandangan, dan sepertinya pengendara mobil tersebut memang ingin menghindar dengan memacu cepat tunggangannya (saya kurang yakin dengan ini tapi rasanya itu yang terlihat). Meski kemudian jaraknya sedikit terkejar meski susah payah, hingga melintasi jembatan penyeberangan (dulu jembatan tol) Brantas Sidoarjo-Mojokerto.

Beruntung, setelah melewati jembatan tersebut dan memasuki wilayah Mojokerto ada antrian kendaraan yang lupa saat itu ada apa. Saya berhasil mendekati mobil yang dimaksud tersebut dan melaju pelan tepat di samping kirinya. Si Mbak lalu mengetuk pintu mobil tadi dan segera turun dari jok belakang motor saya. Sempat ada ketegangan sesaat dimana pengendara tersebut mengaku telah membayar, tetapi Mbak tersebut juga ngotot. Hingga akhirnya saya yang pada posisi depan mobil tersebut melihat Mbak SPBU (saya lupa bertanya siapa namanya) menerima uang pembayaran seratus ribu rupiah. Dan pada saat berikutnya, saya melihat mobil 'bermasalah' tersebut pergi berlalu. Tentang 'hit and run' ini, saya membayangkan juga: berapa banyak dari kita yang akan membayar ongkos SPBU di depan sebelum tangki dituangi atau sebelum penuh?

Setelah beristirahat dan mengambil nafas sejenak, nampaknya si Mbak sedikit memaksa supaya saya mengantarnya kembali ke SPBU tadi. Saya menghindar dan beralasan saya ditunggu (selain berpikir perjalanan saya akan semakin jauh), jadi kemudian saya bilang supaya harus segera sampai tujuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun