Monumen “mangkraknya” berbagai proyek di tanah air sudah menjadi pemandangan dan berita sehari-hari. Lihatlah Hambalang Bogor, Monorel Jakarta adalah salah satu contoh proyek mangkrak di tanah air yang senantiasa menjadi pemberitaan media maupun lini masa media sosial. Kedua proyek tersebut bahkan sering menghiasi media karena memili unsur politik yang kuat.
Yaa.... proyek Hambalang identik dengan Presiden SBY, dibangun di eranya dan melibatkan kader-kader Partai Demokrat. Sedangkan Monorel adalah proyek yang 5 tahun mangkrak kemudian “dibangun ulang” oleh Presiden Jokowi saat masih menjadi Gubernur DKI dengan investor Konglomerat Edward Soeryadjaja dan ground breaking bulan Oktober 2013 dan ditargetkan awal tahun 2018 sudah beroperasi. Namun keduanya tidak selesai dan mangkrak sampai sekarang.
Berbeda dengan Hambalang, proyek Monorel tidak ada kerugian negara karena sepenuhnya adalah inisiatif swasta. Kerugiannya adalah pada jalur yang sudah dipasang tiang monorel tidak bisa dimanfaatkan Pemerintah karena kepemilikan masih di swasta dan sampai saat ini tidak ada kata sepakat terkait ganti rugi tiang-tiang yang sudah terlanjur dibangun.
Adapun kerugian Hambalang sangat besar, menurut audit BPK kerugian negara mencapai Rp 463 miliar. Kerugian lainnya adalah kelebihan bayar sebagaimana temuan Kejaksaan Agung karena mark-up sebesar Rp 541 miliar. Jadi total kerugian negara sekitar Rp 1 triliun.
Dua tren proyek mangkrak terebut sebentar lagi akan tidak artinya, jika dibandingkan dengan kerugian yang akan timbul pada proyek pembangunan pabrik semen milik BUMN, sebut saja Semen Indonesia di Rembang Jawa Tengah. Tidak ada persoalan dalam konteks pembangunan pabrik semen, karena dengan kemampuan SDM dan manajemen Semen Indonesia maka proyek pabrik semen paling ramah lingkungan di Indonesia tersebut berhasil dibangun tepat waktu, selesai pada bulan Desember 2016 dan sudah lulus tes commissioning.
Pabrik semen senilai Rp 5 triliun untuk kapasitas 3 juta ton pertahun adalah pabrik termahal di Indonesia untuk perhitungan per-ton biaya sebesar Rp 1,7 juta. Jauh lebih mahal dari standar pabrik semen di area baru (greenfield) sebesar US$ 120 perton atau sekitar Rp 1, 5 juta. Mengapa lebih mahal, karena desain yang ramah lingkungan antara lain area green belt mengelilingi tambang kapur selebar 50 m, sedangkan aturan Pemerintah hanya 10 m. Pengunaan Electrostatic Precipitator (EP) dan Main Bag House Filter secara bersamaan untuk memastikan emisi debu dibawah 30 mg/Nm3 atau jauh dibawah aturan pemerintah 80 mg/Nm3 serta area pabrik yang 30% adalah terbuka hijau dan lainnya.
Namun megaproyek pabrik semen di Rembang terancam menjadi “besi tua”, menjadi “monumen proyek mangkrak”, akibat MA pada putusan Peninjauan Kembali gugatan ijin lingkungan memenangkan pihak penggugat (kontra pabrik semen). Celakanya, dokumen yang diajukan sebagai bukti menolak pabrik semen selama dipersidangan terdapat nama-nama yang fiktif seperti pekerjaan Power Ranger, Saiful Anwar yang berdomisili di Manchester dengan pekerjaan sebagai Presiden 2025, dan masih banyak lagi. Kemudian saat pembuktian PK di MA, disinyalir pihak penggugat menggunakan tiket & boarding palsu karena bukan atas nama yang bersangkutan tetapi diklaim, untuk tunjukkan saat sosialisasi AMDAL dia sedang berada di Pontianak dan tidak di Rembang.
Ditetapkannya Joko Prianto dan kawan-kawannya sebanyak 6 orang sebagai tersangka pemalsuan dokumen gugatan penolakan pabrik Semen Rembang oleh Polda Jawa Tengah telah membuka babak baru, bahwa selama ini dokumen gugatan penolak pabrik Semen Rembang milik BUMN Semen Indonesia adalah dokumen palsu. Namun, dokumen palsu tersebut terlanjur digunakan Mahkamah Agung untuk memutuskan perkara.
Kalau ini terjadi, maka dosa besar ini berada di pundak penegak hukum dan Pemerintah, karena telah sengaja membuat BUMN semen rugi Rp 5 triliun, artinya akan ada kerugian negara secara langsung berupa turunnya nilai saham Pemerintah, ataupun kerugian berupa pajak dan deviden yang turun, karena BUMN semen ini harus membayar pinjaman ke bank, sedangkan proyek yang sudah selesai tidak dapat beroperasi.