Mohon tunggu...
Kelik Wardiyono
Kelik Wardiyono Mohon Tunggu... Pendidik di SMAIT Ibnu Abbas Klaten

Seorang yang menyukai bersepeda, membaca buku dan travelling untuk menambah wawasan dan kearifan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jamaah Bu Is'iyyah, Penyatu Frekuensi dan Penguat Ukhuwah

7 Oktober 2025   02:16 Diperbarui: 7 Oktober 2025   02:23 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana". (Q.S. Al Anfal, 8 : 63)

       Pekan lalu saya diberi kesempatan oleh Yayasan untuk bermajlis dengan ustadz Syihab,  pengasuh pondok pesantren tahfidz dan lembaga pendidikan yang unggul di Solo raya. Dalam tausiyahnya, beliau menjelaskan tentang beberapa hal asasi yang bisa menumbuhkan cinta, menyamakan frekuensi  dan menguatkan ukhuwah sesama pejuang di lembaga pendidikan Islam. Hal-hal tersebut adalah membaca al Quran (nderes al Quran) bersama, banyak makan bersama, banyak kumpul/majlis bersama dan banyak mabit, doa/ibadah serta wirid bersama.  

       "Banyak makan bersama" adalah suatu hal yang ingin saya tuliskan di sini. Di tengah kesibukan dan kepenatan mengelola lembaga ini, saya dan beberapa orang ustadz sering keluar bersama pada jam istirahat ke salah satu warung makan di Klaten dengan gulai sapi yang khas, Bu Is. Di sela mengisi energi untuk meneruskan kerja, kami sering berdiskusi tentang apa masalah dan apa saja solusi yang akan diambil untuk menyelesaikannya. Diskusi yang terjadi di warung makan tersebut menyatukan cara pandang kami dalam mengelola lembaga pendidikan yang semakin tumbuh berkembang, kompleks dan ibarat semakin tinggi pohon, maka semakin kuat angin menerpa. Pengetahuan kolektif ini seringkali menjadi dasar pengambilan keputusan secara kolektif pula.

       Senada dengan John Kotter dalam Our Iceberg is Melting, dalam menghadapi keadaan krisis, hal yang bisa dilakukan oleh seorang pengelola lembaga adalah menciptakan perasaan genting yang akan menggalang solidaritas, menjalin komunikasi untuk membentuk pemahaman dan menempa komitmen bertindak. Terkhusus untuk menjalin komunikasi untuk membentuk pemahaman ini, saya juga teringat tulisan Satrio Wahono dan Dofa Purnomo dalam Animal-Based Management. Wahono dan Purnomo menyitir aturan bisnis nomor 4 dan nomor 7 Wal-Mart yang ditulis oleh Robert Slater dalam  The Wal-Mart Triumph berikut: "sebisa mungkin komunikasikan segala sesuatu kepada mitra anda serta mendengarkan setiap orang dalam perusahaan".

       Di tengah kesibukan mengelola lembaga, kebiasaan makan bersama di warung Bu Is menjadi ruang informal yang menyatukan frekuensi dan mempererat ukhuwah. Diskusi santai di sela-sela gulai hangat sering melahirkan pemahaman bersama dan keputusan penting yang sulit dicapai di ruang rapat. Inilah wujud nyata dari QS. Al Anfal: 63 --- bahwa menyatukan hati tak cukup dengan struktur, tapi hadir dari kebersamaan yang tulus.

       Seperti dikatakan John Kotter, membangun rasa genting dan komunikasi terbuka adalah kunci perubahan. Edgar Schein menambahkan, budaya organisasi dibentuk lebih kuat oleh pengalaman bersama daripada dokumen formal. Maka, sebagaimana kami menyebut "ritual kumpul pada jam makan" dengan jamaah bu Is'iyyah, ruang-ruang seperti ini perlu dijaga: bukan sekadar tempat istirahat, tapi ladang subur bagi tumbuhnya visi, kepercayaan, dan komitmen bersama


Alternatif Tindakan:

       Pemimpin lembaga pendidikan perlu secara sadar menciptakan dan memelihara ruang-ruang informal yang mendukung terbangunnya komunikasi sejati dan keakraban antar pejuang lembaga. Makan bersama, majelis rutin, atau aktivitas non-formal lainnya dapat dijadikan strategi penguatan ukhuwah dan penyatuan visi. Dengan atmosfer kebersamaan yang hangat dan terbuka, kesepahaman akan lebih mudah dibangun, pengambilan keputusan menjadi kolektif, dan budaya organisasi tumbuh secara alami dan berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun