Di tengah gaya hidup modern yang serba cepat, generasi muda saat ini menghadapi ancaman kesehatan yang sering kali tidak disadari: konsumsi gula berlebih. Minuman boba, kopi susu kekinian, teh manis, hingga camilan kemasan telah menjadi bagian dari keseharian anak muda. Tren ini menciptakan sebuah pola konsumsi yang disebut sebagai sweet lifestyle atau gaya hidup manis, di mana gula bukan sekadar bahan tambahan, tetapi sudah menjadi bagian dari identitas sosial dan budaya populer. Namun, di balik manisnya tren tersebut, tersembunyi bahaya serius berupa meningkatnya risiko diabetes di usia muda. Diabetes yang dahulu dikenal sebagai penyakit orang tua, kini mulai banyak menyerang kalangan remaja dan dewasa muda. Menurut data International Diabetes Federation (IDF) tahun 2021, jumlah penderita diabetes di Indonesia terus meningkat dan sebagian besar tidak menyadari kondisi mereka hingga komplikasi muncul. Hal ini diperparah dengan pola hidup sedentari, di mana anak muda lebih banyak menghabiskan waktu dengan gawai, belajar online, bekerja di depan layar, atau sekadar berselancar di media sosial tanpa aktivitas fisik yang cukup. Kombinasi antara pola makan tinggi gula dan minim aktivitas fisik inilah yang mempercepat terjadinya resistensi insulin, pintu masuk menuju diabetes tipe 2.
Masalah ini bukan hanya ancaman kesehatan individu, tetapi juga tantangan besar bagi kesehatan masyarakat. Jika generasi muda banyak yang mengidap diabetes, maka beban ekonomi negara akan meningkat akibat biaya pengobatan jangka panjang. Selain itu, produktivitas nasional pun dapat terancam. Generasi yang seharusnya menjadi motor pembangunan justru terhambat oleh penyakit kronis yang sebenarnya bisa dicegah sejak dini. Meski demikian, menyalahkan anak muda sepenuhnya tidaklah adil. Pola konsumsi ini dibentuk oleh strategi pemasaran industri makanan dan minuman yang sangat gencar. Produk tinggi gula dijual dengan tampilan menarik, harga terjangkau, dan promosi besar-besaran. Bahkan, dalam banyak kasus, satu porsi minuman manis bisa mengandung gula lebih dari 30 gram, melebihi batas harian yang dianjurkan WHO, yakni sekitar 25 gram. Rendahnya literasi gizi masyarakat membuat banyak anak muda tidak sadar bahwa pilihan mereka sehari-hari berkontribusi pada penumpukan risiko jangka panjang.
Namun, harapan untuk keluar dari jebakan ini tetap ada. Tren hidup sehat mulai berkembang di kalangan anak muda, ditandai dengan meningkatnya minat pada olahraga, diet rendah gula, serta pilihan minuman rendah kalori. Media sosial juga menjadi sarana efektif dalam menyebarkan informasi mengenai bahaya gula berlebih dan pentingnya kesadaran diri terhadap pola makan. Kampanye digital seperti "Less Sugar, More Health" mulai mendapatkan tempat, meski masih kalah gencar dibanding promosi minuman manis. Generasi muda harus menyadari bahwa hidup manis tidak selalu identik dengan gula. Kebahagiaan bisa dibangun dari kesehatan, energi positif, dan kualitas hidup yang lebih baik. Diabetes adalah ancaman nyata, tetapi juga dapat dicegah melalui langkah kecil yakni mengurangi konsumsi gula, rutin beraktivitas fisik, serta menjaga pola makan seimbang. Jika kesadaran ini tumbuh sejak dini, maka generasi muda tidak hanya terhindar dari diabetes, tetapi juga mampu menjadi generasi produktif yang sehat dan berdaya.
KATA KUNCI: Diabetes, Sehat, Gula, Generasi.
DAFTAR PUSTAKA
International Diabetes Federation. 2021. IDF Diabetes Atlas (10th ed.). Brussels:IDF.
Kementerian Kesehatan RI. 2020. Profil Kesehatan Indonesia 2020. Jakarta: Kemenkes RI.
World Health Organization. 2015. Guideline: Sugars intake for adults and children. Geneva: WHO.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2019. Pedoman Pengelolaandan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI.
UNICEF Indonesia. 2021. The Impact of Unhealthy Diets on Children andAdolescents. Dilansir dari https://www.unicef.org
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI