Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu kebijakan kesehatan yang bertujuan mengatur kelahiran, meningkatkan kualitas keluarga, serta menekan laju pertumbuhan penduduk. KB telah dijalankan di Indonesia sejak era Orde Baru dengan berbagai metode, mulai dari kontrasepsi hormonal, non-hormonal, hingga tindakan medis seperti sterilisasi. Walaupun memiliki banyak manfaat, keberadaan program KB juga menimbulkan pro dan kontra, khususnya terkait pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat.
Salah satu manfaat utama KB adalah menurunkan angka kelahiran yang terlalu tinggi. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat berdampak pada keterbatasan sumber daya, akses kesehatan, pendidikan, dan pangan. Dengan adanya KB, masyarakat dapat merencanakan jumlah anak sesuai kemampuan ekonomi dan kesehatan keluarga. KB juga berperan penting dalam menjaga kesehatan ibu. Jarak kehamilan yang terlalu dekat sering kali meningkatkan risiko komplikasi persalinan, anemia, bahkan kematian ibu. Penggunaan alat kontrasepsi membantu ibu mengatur jarak kehamilan sehingga tubuh memiliki waktu cukup untuk memulihkan diri sebelum hamil kembali. Selain itu, KB turut menurunkan angka kematian bayi, karena bayi yang lahir dengan jarak kehamilan ideal umumnya lebih sehat dan memiliki kesempatan tumbuh kembang yang lebih baik.
Dari sisi kesehatan masyarakat, program KB mendukung upaya safe motherhood atau keselamatan ibu, serta meningkatkan kualitas hidup keluarga. Dengan anak yang lebih sedikit, orang tua dapat lebih fokus memberikan perhatian, gizi, dan pendidikan yang memadai. Hal ini selaras dengan tujuan pembangunan kesehatan nasional yang menekankan pada peningkatan kualitas hidup, bukan sekadar kuantitas penduduk. KB memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesehatan masyarakat, baik secara positif maupun negatif. Dari sisi pro, KB mampu mengurangi angka kelahiran, melindungi kesehatan ibu dan anak, serta meningkatkan kualitas hidup keluarga.
Meski memiliki manfaat, program KB tidak lepas dari berbagai kontroversi. Beberapa metode kontrasepsi, terutama hormonal seperti pil KB atau suntik, dapat menimbulkan efek samping. Beberapa wanita mengalami peningkatan berat badan, gangguan menstruasi, penurunan libido, hingga risiko penyakit tertentu. Alat kontrasepsi seperti IUD juga dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, atau infeksi bila tidak dipasang dengan benar.
Selain itu, penggunaan KB terkadang menimbulkan stigma sosial maupun religius. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa KB membatasi hak alami manusia untuk memiliki keturunan. Dari perspektif agama tertentu, pembatasan kelahiran dianggap tidak sejalan dengan perintah untuk memperbanyak umat. Hal ini membuat sebagian kalangan menolak program KB, meskipun pemerintah menekankan bahwa KB lebih mengutamakan perencanaan, bukan pencegahan mutlak. Kontra lain muncul dari sisi psikologis. Ada pasangan yang merasa terbebani karena harus menggunakan kontrasepsi dalam jangka panjang. Beberapa metode permanen seperti tubektomi atau vasektomi juga sering menimbulkan penyesalan di kemudian hari, terutama jika kondisi keluarga berubah. Dari perspektif kesehatan masyarakat, penolakan atau efek samping ini bisa menghambat pencapaian target program KB secara nasional.
Pada akhirnya, keberhasilan program KB bukan hanya ditentukan oleh ketersediaan alat kontrasepsi, tetapi juga pemahaman masyarakat mengenai manfaat dan risiko yang menyertainya. Dengan pendekatan yang komprehensif, KB dapat menjadi instrumen penting untuk mewujudkan masyarakat yang sehat, sejahtera, dan berdaya.
KATA KUNCI: Keluarga, KB, Masyarakat, Anak.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). (2021). Â Â Â Â Â Laporan Tahunan Program Keluarga Berencana Nasional. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Jakarta: BKKBN.
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Profil Kesehatan Indonesia 2020. Jakarta: Â Â Â Â Â Â Â Â Â Kemenkes RI.
World Health Organization (WHO). (2019). Family Planning/Contraception Fact       Sheet. https://www.who.int