Mohon tunggu...
Frengky Keban
Frengky Keban Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Penulis Jalanan.... Putra Solor-NTT Tinggal Di Sumba Facebook : Frengky Keban IG. :keban_engky

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ratonggaro Surganya Sumba Barat Daya

14 Oktober 2018   00:50 Diperbarui: 14 Oktober 2018   00:57 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kabupaten sumba barat daya-Nusa Tenggara Timur (NTT) memang terkenal dengan keindahan alam dan budayanya. Tidak heran jika setiap harinya begitu banyak para wisatawan baik lokal maupun mancanegara berkunjung ke wilayah tersebut. Salah satu ikon favorit para wisatawan tentu Kampung Adat Ratenggaro di desa Maliti Bondo Ate-Kecamatan Kodi Bangedo. Iya dengan rumah adat yang masih tertata rapi dan budaya yang terjaga baik serta dipadukan dengan alam laut yang masih asri membuat perkampungan ratonggaro menjadi tempat wisata yang paling komplet dan layak disebut wisata paling eksotis di Sumba Barat Daya.

Berada di selatan sumba, kampung yang berdiri persis di tepi pantai selatan sumba memberikan warna baru bahwa tidak selamanya kampung adat harus berdiri sendiri tanpa sentuhan alam. Iya kampung dengan 11 rumah adat yang sudah berdiri di lingkungan kampung dari target 32 rumah adat sebagai representasi suku di kampung tersebut adalah bukti bahwa budaya dan alam masih bisa menyatu selama keduanya punya keunggulannya masing-masing.

Walaupun demikian, untuk mencapai tempat seperti ini, bukan mudah. Butuh perjuangan dan butuh waktu yang tidak singkat. Dengan jarak tempuh kurang lebih 1 setengah jam dari Tambolaka-ibukota Kabupaten Sumba Barat Daya membuat siapapun akan merasa gerah dan capai. Seperti yang dialami oleh kami sendiri ketika berusaha mengeksplore keindahan perkampungan adat yang satu ini.

Berkendara roda dua di bawah terik matahari membuat perjalanan kami sedikit terasa lebih berat ketimbang perjalanan sebelumnya. Kaki mulai terasa letih dan bahu terasa penat. Begitupun dengan wajah kami yang sudah mulai berkeringat dibawah lindungan helm yang kami kenakan kala itu. Terbersit di benak kami untuk kembali saat tiba di mangganipi-kecamatan kodi utara sesaat menyinggahi salah satu kenalan kami di wilayah tersebut. 

Namun semuanya  seolah lenyap saat kembali berpikir tentang kampung Ratoranggo yang eksotis itu. Bagaimana mungkin kami harus melewatkan moment indah ini jika kami sudah berada di setengah perjalanan menuju tempat itu. Dengan tenaga yang tersisa, kami pun terus melanjutkan perjalanan kami. Deru kendaraan, berpadu asap kendaraan menghiasai perjalanan kami siang itu. Rasa dahaga pun menghampiri, menambah derita perjuangan kami. 

Hingga akhirnya perjalanan kami terhenti di setapak kecil berbatu-batu dengan batu kubur di sisi kiri dan kanannya membuat raut muka yang sebelumnya lelah berubah gembira. Dengan meneguk separuh air yang tersisa, kami bergegas masuk ke kampung tersebut. Baru selangkah kaki kami melamgakah kami sudah dihadang seorang pria paruh baya. Setelah berbincang sesaat, pria paruh baya itu pun yang selanjutnya diketahui sebagai sekretaris desa itu kemudian mempersilahkan kami duduk di serambi rumah salah satu suku di kampung tersebut.

 Satu per satu masyarakat pun hadir di moment ini. Bersama mereka, kami saling bercerita tentang kisah perkampungan Ratonggaro yang unik. Mengungkap sejumlah fakta menarik tentang kampung tanah leluhurnya dan mencoba mengetahui lebih detil apa rahasia mereka dalam mengelola rumah adat ratonggaro hingga sesukses ini. Walaupun kami paham betul bahwa untuk menguak misteri seperti itu bukan perkara mudah butuh waktu dan juga ritual khusus. Rupanya percakapan seperti ini membuat kami larut di dalamnya. Gelak tawa tidak jarang muncul kala itu, membuat suasana semakin hidup. 

Tanpa sadar, di seberang sana, sejumlah wisatawan sepertinya larut dalam euforia keindahan kampung adat yang satu ini bahkan terlihat menikmati sekali moment yang ada. Ransel yang dipikulnya tidak lagi menjadi beban namun menjadi buah dari kenikmatan itu. Kamera yang dijinjingnya pun seolah membayar lunas rasa penasarannya membuat mereka tidak sungkan untuk berfoto ria dengan latar rumah adat. Dengan kekhasan rumah yang terbuat dari bambu disini kiri kanan dipadukan dengan ukiran tiang yang menawan sebagai tonggak penyanggah rumah ditambah 

deretan alang sebagai penutup rumah membuat semuanya  serasi tanpa cacat sedikitpun. Iya rumah ini bukan rumah sembarangan, bukan hanya tempat berteduh tapi punya sisi historis yang sulit diurai satu per satu. Di bawah rumah ini berdiam para pemilik negeri yang terus menjaga budaya nenek moyangnya hingga kini, walaupun harus berhadapan dengan himpitan arus globalisasi. Dunia boleh berubah namun tidak dengan mereka. B

ukan satu keluarga tapi puluhan keluarga dalam satu rumah tersebut. Unik dan mungkin mengherankan namun itulah mereka dengan ikat kepala dan sarung serta parang sumba di sisi kiri membuat mereka tetap menjadi orang sumba yang sesungguhnya. Tidak ada kebohongan yang tersirat di wajah mereka.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun