Mohon tunggu...
kazimi yu
kazimi yu Mohon Tunggu... WRITER AND ENTERPRENEUR -

Jemari dan ujung penaku adalah satu-satunya cara untuk mendekapmu ketika rinduku sudah membuncah...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hamburg: dari Jendela Flat Kamar Ku

11 Juli 2016   23:10 Diperbarui: 13 Juli 2016   03:27 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Hrrrhrrrrrhrr...." gerahamku saling beradu menahan dingin, kakiku terseok-seok mengkayuh pedal sepeda dan menahan nyeri rasa platina yang mengikat pangkal paha, ku acuhkan desau hawa dingin yang menggigit tulang hanya terus mengayuh menuju flat tua di ujung blok.

Akhirnya meninggalkan Munchen menuju Hamburg, di tahun ke 2, sepanjang trotoar terlihat hamparan kapas menyepuh hampir sebagian dermaga, senyap, tanpa ocehan camar laut yang biasanya bercanda gurau di bibir dermaga. Hamburg adalah salah satu kota pelabuhan terbesar di Jerman, tidak pernah aku bayangkan jika pada akhirnya takdir membawaku hingga ke ujung bagian belahan bumi ini, sekelebat angan ku flash back kembali meniti jauh ke belakang. 

"Dalam setiap penolakan di kehidupan akan selalu tersimpan hikmah agar diri terpacu untuk lebih meningkatkan kemampuan" 

"Sudah aku putuskan untuk ambil beasiswa itu" jawabku lirih dengan yakin, meski di ujung kursi aku lihat Ibu sesenggukan menyeka air matanya, Buya tersenyum bijak dengan semua keputusan ku. Sosok pria feodal yang telah mengukir jiwa ragaku akhirnya luluh dengan kerasnya kemauan ku.

"Jerman itu jauh ndhuk" lirih suara Ibu merayuku agar aku mempertimbangkan keputusanku, dan ku pandang mata Ibu dengan senyum "Jerman itu terlalu dekat untuk ukuran sebuah mimpi besar Ibu. Bukankah Ibu selalu mengajarkan jika kita perempuan tidak boleh hanya memiliki mimpi sederhana karena Tuhan berikan kemampuan dan kesempatan yang sama untuk semua hambanya" ku yakinkan dan ku ingatkan kembali semua pesan Ibu sambil ku kecup air matanya satu persatu

rindu aroma daun jati kering

Menguar di angkasa seolah sukma lenyap tak bertuan

Suara lonceng bandul sapi laksana musik tersendiri

Ini semua tidak mudah Tuhan, kerap perasaan takut terlibas di negeri sebesar ini dan antah berantah hingga kerap menggodaku dan berteriak meminta ini itu dan berkali-kali membujuk ku untuk pulang dan beberapa kali membuatku untuk menyerah begitu saja, namun aku kerap bertanya dan menghibur diriku, hanya teringat air mata ibu dan kata-kata buya "buktikan jika kau adalah putri kecil buya yang hebat dan kembalilah dengan membawa kemenangan "

winter (dokpri)
winter (dokpri)
Tuhan aku percaya di mana bumi ku pijak di situ adalah bumi kuasa-Mu dan Kau tidak akan pernah meninggalkan ku sendiri atau membuatku kelaparan.

Aroma wurst menggoda penciumanku, aku yakin teman satu flatku sudah menyiapkan makan malam yang amat luar biasa untuk ku meski sesungguhnya kerap aku bicara dalam hati, andaikan aku bisa menukar sepiring wurst dengan sepiring nasi dan sambel ohhh alangkah nikmatnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun