Saya menulis ini sebenarnya sebagai bentuk sambat yang selama ini coba saya tahan. Bahasa kerennya—versi saya—surat terbuka dan tentu saja saya tujukan dengan jelas buat kalian yang ada di barisan orang-orang yang ingin sekali—kalau tak mau dibilang doyan sih—difolbek oleh seseorang.
Menurut saya, entah kebanyakan disadari orang atau tidak, meminta seseorang untuk folbek itu satu tindakan yang terkadang bikin risih dan ngurut dada. Gedegnya benar-benar paripurna sampai ubun-ubun. Saya sering mengalaminya lho.
Jadi begini, seseorang punya banyak motif untuk follow satu akun—dalam tulisan ini saya membahas akun personal ya—di berbagai platform media sosial. Ada yang mungkin satu visi-misi politik, satu hobi, satu tongkrongan, satu wadah keorganisasian atau komunitas, dan lain sebagainya. Atau, bisa jadi seseorang follow satu akun karena memang suka dengan konten di akun itu—atau karena naksir berat sama yang punya akun.
Hayo ngaku, kalian ada di barisan mana?!
Tapi, tolonglah jangan rendahkan personal rate kalian dengan ujug-ujug minta folbek. Itu nggak banget. Sekali lagi, nggak banget!
Now, lemme say, “ewh”.
Pertanyaannya, kalau orang yang kalian follow itu nggak folbek kenapa? Memang begitu penting dia harus follow kalian? Begitu pentingnya hidup kalian untuk dia tahu—andai kata kegiatan yang kalian posting di media sosial nongol di timeline dia—setelah dia folbek kalian? Situ Raffi Ahmad—yang boleh jadi punya tanah ber-yard-yard?
Oh, c'mon!
Kecuali tujuan kalian memang untuk mengoleksi followers.
Next, lemme say “norak elu!” Ups.
Ambil pahitnya deh, kalau dia memilih—teteup—nggak mau folbek kenapa?