Mohon tunggu...
Kautsar Alimina
Kautsar Alimina Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Prodi Ilmu Hukum, Departemen Hukum Internasional

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengapa Masyarakat Internasional Membutuhkan Peradilan HAM yang Bersifat Permanen?

27 Agustus 2025   16:29 Diperbarui: 27 Agustus 2025   16:31 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pengadilan HAM Internasional (ICC)

Banyaknya fenomena-fenomena pasca Perang Dunia II menjadi cikal bakal terbentuknya pengadilan pidana internasional. Pengadilan pidana internasional pertama di dunia dibentuk sebagai perwujudan dari keadilan internasional oleh masyarakat internasional itu sendiri, yakni Mahkamah Militer Internasional Nuremberg serta Mahkamah Militer Internasional Tokyo yang mana pengadilan pidana internasional tersebut berbersifat ad hoc.

Kemudian, pada tahun 1993 dan 1994 berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB, dibentuk Mahkamah ad hoc yang disebut sebagai Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia (ICTY 1993) yang berlokasi di Kota Den Haag negara Belanda dan International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR 1994) yang berlokasi di Arusha, Tanzania. Kedua pengadilan pidana internasional tersebut dibentuk sebagai respon atas kejahatan yang terjadi di wilayah bekas Yugoslavia dan kejahatan genosida di wilayah Rwanda.

Namun pada pelaksanaannya, pengadilan pidana internasional yang bersifat ad hoc masih memiliki beberapa kelemahan diantaranya seperti mekanisme yurisdiksi yang terbatas untuk wilayah-jenis kejahatan dan waktu tertentu, membutuhkan proses negosiasi politik yang panjang sebelum dapat dilaksanakan, serta biaya operasional yang tidak sedikit. Hal-hal tersebut berimplikasi kepada efektifitas keadilan HAM yang terbatas secara global karena sifatnya yang sementara dan bergantung kepada kepentingan politik internasional. Untuk mengatasi hal-hal tersebut, diperlukan pengadilan pidana internasional yang bersifat permanen, universal, serta mempunyai cakupan yurisdiksi yang lebih luas.

Masyarakat Internasional dan Peradilan HAM Internasional

Penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM berat di tingkat global umumnya dilakukan melalui pengadilan ad hoc (sementara) yang dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Contohnya adalah Pengadilan Kriminal Internasional untuk Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia (ICTY 1993) dan International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR 1994). Meskipun pengadilan-pengadilan ini berhasil menuntut sejumlah pelaku kejahatan internasional, keberadaannya bersifat terbatas, baik secara waktu, yurisdiksi, maupun wilayah geografis. Selain itu, pembentukan pengadilan ad hoc sangat bergantung pada dinamika dan kompromi politik internasional, sehingga berpotensi menimbulkan hal-hal yang tidak konsisten dalam penerapan hukum serta membuka ruang bagi intervensi politik.

Akibat dari kondisi tersebut adalah terciptanya kekosongan dalam sistem hukum internasional. Oleh karena itu, Pada tahun 1998 International Criminal Court (ICC) didirikan berdasarkan Statua Roma 1998. International Criminal Court (ICC) adalah satu-satunya pengadilan pidana internasional, yang bersifat permanen dan berfungsi untuk menghapuskan impunitas dan mewujudkan keadilan internasional serta ICC hadir untuk mengisi kekosongan kepastian hukum.

Selain itu, keberadaan peradilan HAM internasional yang bersifat permanen yakni, international Criminal Court (ICC) merupakan instrumen penting dalam menjamin akuntabilitas dan menegakkan keadilan global. International Criminal Court (ICC) memiliki mandat untuk mengadili individu yang bertanggung jawab atas kejahatan internasional yang paling serius, termasuk genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. Fungsi ini sangat vital mengingat tidak semua negara memiliki sistem peradilan nasional yang efektif, independen, atau berkehendak untuk mengadili pelaku kejahatan tersebut. Dalam banyak kasus, negara-negara tempat terjadinya pelanggaran HAM berat justru berada dalam kondisi konflik, pemerintahan otoriter, atau memiliki kepentingan politik tertentu yang menyebabkan impunitas terus berlangsung.

Tanpa adanya pengadilan permanen di tingkat internasional, banyak pelaku kejahatan kemanusiaan berpotensi lolos dari hukuman dan terus menikmati kekuasaan atau kebebasan tanpa pertanggungjawaban hukum. Hal ini tidak hanya mengingkari hak-hak korban atas keadilan, tetapi juga melemahkan kepercayaan masyarakat internasional terhadap sistem hukum global. Oleh karena itu, international Criminal Court (ICC) hadir sebagai complementary jurisdiction—yaitu sebagai pelengkap terhadap sistem peradilan nasional—yang dapat bertindak apabila suatu negara tidak mampu atau tidak mau melaksanakan proses hukum secara adil dan efektif.

Dengan sistem yang bersifat permanen, independen, dan berlandaskan Statuta Roma sebagai dasar hukum internasional, international Criminal Court (ICC) menjadi simbol penting dari komitmen global untuk menegakkan prinsip no one is above the law (tidak ada seorang pun yang kebal hukum) dan memberikan harapan bagi korban kejahatan HAM untuk memperoleh keadilan yang layak dan transparan.

Kesimpulan-Peradilan HAM internasional yang bersifat permanen dibutuhkan sebagai bagian dari upaya global untuk menegakkan prinsip keadilan universal dan supremasi hukum. Keberadaan lembaga seperti International Criminal Court (ICC) tidak hanya berfungsi untuk mengadili pelaku kejahatan HAM berat seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi, tetapi juga memiliki peran strategis dalam mewujudkan keadilan lintas negara yang tidak dibatasi oleh batas yurisdiksi nasional. Dengan mekanisme peradilan yang bersifat permanen, proses akuntabilitas dapat dilakukan secara lebih konsisten, transparan, dan independen, tanpa terlalu bergantung pada dinamika politik domestik suatu negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun