Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kotoran

21 Februari 2014   05:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:37 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bagaimana suasana hati kita ketika pulang ke rumah keadaannya berantakan dan kotoran atau sampah di mana-mana? Bisa-bisa marah besar dan yang membantu di rumah  kena damprat atau pecat.

Apa jadinya perasaan kita ketika ke tempat kerja atau menghadiri pesta pakaian kita terkena kotoran atau noda dan sulit dihilangkan pada saat itu? Kesal dan kecewa tentunya. Kalau kita paksakan hadir dengan pakaian yang terkena kotoran itu tentu ada rasa risih dan malu. Bisa-bisa kita pulang lagi daripada menanggung malu.

Bagaimana rasanya ketika kita menyadari ternyata ada kulit cabai yang masih menempel di gigi kita setelah lalap makan sambal sebelumnya? Malunya dan muka langsung merah padam.

Apakah kita juga bersikap sama ketika menyadari ada  kotoran yang masih menempel di hati kita?

Apakah Menyadari Kotoran Itu Ada di Hati dan Berniat Membersihkan?

Hati kita sejatinya adalah bersih nan suci. Penuh kebajikan. Tetapi seiring perjalanan waktu sedikit demi sedikit debu dan kotoran menempel di hati. Keserakahan, kebencian, iri, dengki, licik, picik, kemalasan dll. Kekotoran batin namanya.

Dalam hal ini, tentu kita semua memiliki. Apakah ada masalah dengan semua itu? Apakah kita juga merasa risih dan malu sama halnya dengan perasaan kita ketika ada kotoran di baju?Adakah timbul kesadaran untuk membersihkannya?

Kalau saya sebaliknya malah bukan malu tapi memamerkan kotoran itu ke mana-mana. Kotoran hati berupa kebencian atau rasa iri. Rasa benci, iri dan serakah malah diumbar tak malu kalaupun ada yang tahu. Tidak malu juga marah-marah atau caci-maki dilihat orang banyak.

Sadar seharusnya malu, tapi tetap tidak malu memamerkan kekotoran hati. Bagaimana denganmu, kawan? Kapan ada malunya dan berniat membersihkan?

Membina Diri Kembali ke Diri Sejati

Pada akhirnya tentu perlu hadirnya kesadaran untuk merasa malu dengan diri kita yang hidup dalam kepalsuan. Bukan hidup dengan keaslian diri kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun