Ini negeri indah, kaya, religius, dan berbudaya adiluhung. Semua penghunimya beragama, tertulis jelas di KTP dan mengaku ber-Tuhan. Sepanjang tahun silih berganti diadakan upacara pemujaan Tuhan besar-besaran.
Bila demikian seharusnya Tuhan berkenan untuk melimpahkan karunia dan rahmatnya. Kehidupan sejahtera dan damai akan terhadirkan untuk seluruh rakyat.
Namun apa yang terjadi? Sungguh terheran-heran dengan keadaan yang ada. Negeri ini menjadi terpuruk dengan perilaku masyarakatnya yang masih buruk.
Jangan heran bila di negeri yang katanya ber-Tuhan para pejabatnya kesetanan melakukan korupsi. Mungkin sudah nego dan minta ijin pada Tuhan.
Bahwa apa yang dilakukan bukan untuk korupsi. Tetapi sekadar usaha untuk mengembalikan modal plus bunganya dengan hitungan rentenir.
Jangan heran pula, negeri yang katanya pancasilais perilaku pemimpin dan rakyatnya bisa lebih kejam daripada negeri komunis. Kelakuan aparatnya bisa lebih bengis dari aparat negara sosialis.
Kedamaian yang diharapkan hanya menjadi impian. Kesejahteraan yang didambakan berganti bencana dan pertikaian. Perselisihan dan kerusuhan tercipta dari dalam gedung sampai ke jalanan.
Tempat ibadah yang semestinya dijaga demi kehidupan menjadi tempat pembantaian menuju kematian. Demi sebuah surga yang instan.
Pemimpin yang kelihatan religius dan diharapkan dapat memimpin rakyatnya lebih sibuk mengurusi partainya. Bahkan tak jarang memperalat rakyatnya.
Pejabat yang seharusnya menjadi teladan bagi rakyat tak ubahnya penjahat. Menghianati amanat yang diberikan rakyat.
Walau setiap pejabat sudah main sumpah-sumpahan sebelum menjabat. Tetap saja tidak takut kualat dengan perilakunya selama menjadi pejabat.