Manakala berada di antara orang-orang yang terbiasa melakukan kesalahan, maka orang yang setia dalam kebaikan pun akan dianggap sebagai kesalahan.Â
Akhir pekan ini karena ada suatu keperluan saya pergi ke Jakarta dengan mengendarai sepeda motor. Kondisi jalan cukup padat, tetapi tidak sampai mengakibatkan kemacetan.Â
Tiada suasana mencekam, malah tampak biasa saja. Anak-anak di gang juga bermain dengan gembira. Pusat perbelanjaan mulai bergeliat. Saat ke sebuah rumah sakit terlihat sepi. Padahal Jakarta saat ini masih dalam kondisi PPKM.Â
Namun yang membuat suasana hati saya mencekam saat para pengendara dengan seenaknya terus berkendara, walaupun lampu lalu lintas masih berwarna merah.Â
Sementara dari arah lain kendaraan  melaju kencang. Kadang ada yang sampai harus mengalah dengan berhenti.Â
Mereka yang nekad itu tampak biasa saja. Ada yang sudah melanggar lalu lintas tak pakai helm pula. Bikin geleng-geleng kepala. Yang miris lagi ada di antara ada yang bawa anak-anak.Â
Kondisi ini terjadi hampir di setiap perempatan  atau pertigaan yang saya lalui. Padahal ini Jakarta, Ibu Kota negara.Â
Entah kebiasaan atau sekadar  mengikuti keadaan. Begitu ada satu pengendara yang mengambil inisiatif melanggar otomatis pengendara lain juga mengikuti. Sering kali  sampai menghalangi kendaraan lain yang tentu sangat mengganggu dan membuat kesal.Â
Apabila masih ada  yang bertahan terpaksa juga mengambil inisiatif memacu kendaraan. Yang masih tetap bertahan malah dianggap aneh dan kendaraan di belakang akan sibuk membunyikan klakson. Akhirnya terpaksa menjalankan kendaraan.Â
Mereka yang berani melanggar aturan karena mengambil kesempatan malah berpikir mereka orang yang  pintar. Karena merasa akan lebih cepat sampai tujuan.Â