Coba sesekali atau sering-sering kita  amati kondisi rumah, perkantoran, rumah sakit atau tempat ibadah. Perhatikan bagian pojokan lantai, di sela-sela atau di langit-langit. Apa yang terlihat?Â
Seringkali masih tertinggal kotoran, debu-debu atau sarang laba-laba. Padahal kondisinya tiap hari selalu dibersihkan. Orang yang membersihkan pasti yakin bahwa semua sudah dalam kondisi baik.Â
Apabila tidak, resikonya akan mendapat teguran. Bisa juga tahu masih ada yang belum bersih, namun tutup mata dan mengabaikan sebagai cara untuk memaklumi.
Sama halnya dengan kondisi hati atau batin kita. Bisa saja setiap hari kita beribadah atau melakukan ritual agama, merenung, berintrospeksi diri, dan melakukan pertobatan.
Bisa jadi kita berpikir sudah melakukan semua itu dan sudah merasa menjadi umat yang taat, baik dan benar.
Apakah sudah benar demikian? Bisa saja  bahwa di sela-sela atau pojokan hati kita masih terselip kotoran yang masih tersimpan rapi. Namun tak kita sadari sebagai kotoran batin.
Kotoran benci, menghakimi, merasa orang yang paling baik atau kesombongan, tidak peduli, menganggap orang lain rendah dll.
Mungkin kita tahu kondisi itu, namun dengan sangat cepat kita mengabaikan dan menutupi dengan segala pembenaran.
Itu sebabnya dikatakan bahwa orang yang bijak tak akan pernah merasa dirinya sudah baik. Ia akan selalu  merasa dirinya masih ada kesalahan dan akan terus waspada dan memerbaikinya.Â
@refleksihatimenerangidiri