Fifah dan Aji pasangan yang tampak harmonis dan matang. Aji penulis kesohor juga merangkap motivator. Dengar-dengan juga punya usaha kontraktor.
Fifah, layaknya wanita masa kini selain punya karir mapan juga aktif di sosial media. Suka menulis status inspirasi dan menulis puisi. Facebook, Instragram, Twitter, Kompasiana, Group WhatsApp, BBM, Linesudah jadi mainan sehari-hari. Entah bagaimana membagi waktunya.
Dua buah hatinya, Roni yang masih SMU dan Nina SMP Â lebih banyak bersama asisten rumah tangga di rumah. Tak mau kalah untuk menghabiskan waktu telepon pintar jadi teman setia. Main game dan buka sosial media. Lupa waktu, lupa makan, lupa mandi, lupa belajar. Tidur malam.
Setiap kali Aji dan Fifah pulang selalu menemukan keduanya asyik dengan telepon pintarnya. Setiap kali pula dari omongan lembut tak dihiraukan, ujung-ujungnya marah. Seperti kebanyakan orangtua yang kehabisan akal menghadapi perilaku anaknya yang gila main game onlinedan bersosial media.
"Jangan banyak main game! Belajar!"
"Jangan buka Facebook terus!'
Selalu juga keluar ucapan,"Kapan kalian bisa berubah?"
Kadang ditambahi,"Apa harus nunggu sampai Lebaran Kuda?"
Suatu hari, ada semacam sidang. Roni dan Nisa dinasehati Aji dan Fifah secara bergantian. Emosi, karena kedua anaknya lebih banyak cuek. Seakan tak mendengar.
Keluar lagi pertanyaan,"Kapan kalian bisa berubah?"
Tak dinyana, Roni berdiri dan diikuti Nina. Tak mau kalah, Roni berucap lantang,"Papa, mama juga kapan bisa berubah untuk tidak marah-marah?"