Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pertanyaan Balik

6 Desember 2017   07:53 Diperbarui: 6 Desember 2017   08:41 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Fifah dan Aji pasangan yang tampak harmonis dan matang. Aji penulis kesohor juga merangkap motivator. Dengar-dengan juga punya usaha kontraktor.

Fifah, layaknya wanita masa kini selain punya karir mapan juga aktif di sosial media. Suka menulis status inspirasi dan menulis puisi. Facebook, Instragram, Twitter, Kompasiana, Group WhatsApp, BBM, Linesudah jadi mainan sehari-hari. Entah bagaimana membagi waktunya.

Dua buah hatinya, Roni yang masih SMU dan Nina SMP  lebih banyak bersama asisten rumah tangga di rumah. Tak mau kalah untuk menghabiskan waktu telepon pintar jadi teman setia. Main game dan buka sosial media. Lupa waktu, lupa makan, lupa mandi, lupa belajar. Tidur malam.

Setiap kali Aji dan Fifah pulang selalu menemukan keduanya asyik dengan telepon pintarnya. Setiap kali pula dari omongan lembut tak dihiraukan, ujung-ujungnya marah. Seperti kebanyakan orangtua yang kehabisan akal menghadapi perilaku anaknya yang gila main game onlinedan bersosial media.

"Jangan banyak main game! Belajar!"

"Jangan buka Facebook terus!'

Selalu juga keluar ucapan,"Kapan kalian bisa berubah?"

Kadang ditambahi,"Apa harus nunggu sampai Lebaran Kuda?"

Suatu hari, ada semacam sidang. Roni dan Nisa dinasehati Aji dan Fifah secara bergantian. Emosi, karena kedua anaknya lebih banyak cuek. Seakan tak mendengar.

Keluar lagi pertanyaan,"Kapan kalian bisa berubah?"

Tak dinyana, Roni berdiri dan diikuti Nina. Tak mau kalah, Roni berucap lantang,"Papa, mama juga kapan bisa berubah untuk tidak marah-marah?"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun