Sementara itu Afrika Selatan, Austria, dan Polandia tetap menyelenggarakan pada tahun ini hanya saja pemungutan suaranya digeser.
Ada juga negara seperti Inggris, Kanada dan Paraguay yang menunda hingga tahun depan. Dengan demikian, pelaksanaan Pilkada tahun ini mempunyai rujukan dari berbagai negara sehingga penting ditiru tata pelaksanaannya agar sesuai protokol kesehatan. Titik tekan yang paling penting ialah agar Pilkada tidak menjadi sentral penyebaran Covid-19.
Kedua, di dalam sistem presidensial termasuk pemerintahan di tingkat lokal berkalu prinsip fix term atau masa jabatan (Dodi Wijaya: 2020). Dengan demikian, menunda Pilkada hingga tahun depan hanya menciptakan kekosongan jabatan.Â
Selain akan melanggar Perppu, penundaan Pilkada menyebabkan konflik. Pendatang baru akan melakukan gugatan hukum karena dirinya merasa terlambat dan masa jabatannya akan berkurang.
Partisipasi Pemilih
Partipasi masyarakat dalam Pilkada menjadi indikator keberhasilan sistem demokrasi. Tanpa adanya partisipasi masyarakat, Pilkada hanya sekadar formalitas demokrasi lima tahunan.Â
Partisipasi menjadi penting karena berkaitan dengan legitimasi hasil Pilkada karena akan menentukan orang-orang yang akan dipilih untuk menduduki jabatan kepala daerah.
Partisipasi bisa dibangun melalui faktor kampanye politik dari para calon kepalada daerah. Tawaran program, visi-misi, platform dan citra positif calon akan memengaruhi masyarakat dalam berpartisipasi.Â
Kendala yang saat ini dihadapi bukan sakadar sejauh calon mambangun trust bagi masyarakat, tetapi juga bagaimana penyelenggara bisa menjamin kesehatan masyarakat di tengah pandemi.
Pemilu di Prancis, Iran, dan Mali harus bisa kita jadikan pelajaran untuk penyelenggaran Pilkada pada 9 Desember mendatang yang berlangsung di tengah pandemi Covid-19.Â
Di ketiga negara tersebut tingkat partisipasi masyarakat sangat rendah. Di Prancis tingkat partisipasinya hanya 44,7%.Â