Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Jurnalis - Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Meyakinkan Para Peragu Pilkada 2020

21 Agustus 2020   14:42 Diperbarui: 21 Agustus 2020   15:08 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Dok. Medcom

MASIH ada segelintir kelompok yang meragukan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak Lanjutan di tengah Pandemi COVID-19. Mereka yang ragu, berbagai macam motifnya.

Bisa jadi keraguan tersebut tidak didasarkan alasan yang kuat atau bahkan karena kekurangtahuan informasi tentang bagaimana Pemerintah bersama Penyelenggara Pemilu menerapkan aturan protokol kesehatan yang ketat dalam seluruh proses Pilkada.

Penulis ingin membedah sejumlah alasan mengapa perlu menggelar di tengah pandemi. 

Masyarakat, para pemilih yang menurut data KPU ada sekitar 105 juta orang di 270 daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada tentu ada yang sudah terpengaruh ajakan Golput karena termakan isu Pilkada hanya menjadi klaster penyebaran COVID-19.

Atau bisa jadi masyarakat juga ada yang berfikiran kenapa harus menghabiskan puluhan Triliun Rupiah untuk memaksakan Pilkada tetap berlangsung di tengah kondisi bangsa ini harus berjuang melawan Pandemi COVID-19 ini?

Parahnya lagi, ada saja yang memprovokasi dengan menyebutkan anggaran sebanyak itu sangat bermanfaat untuk masyarakat kecil yang terdampak sosial ekonomi akibat COVID-19. 

Seolah-olah seluruh upaya Pemerintah dan KPU menggelar Pilkada seperti melawan arus pemikiran dan logika publik.

Mereka yang meragukan Pilkada dan berharap Pilkada ditunda karena alasan pandemi, sejatinya telah mengebiri demokrasi. Karena jelas, kondisi gonjang-ganjing politik di tengah pandemi jadi ancaman, masyarakat malah semakin curiga dan ketidakpercayaan pada pemerintah akan meningkat.

Pandemi bisa saja hanya alasan bagi pemerintah oligarki dan otoriter untuk menancapkan kuku kekuasaannya lebih tajam lagi dengan mengebiri hak asasi paling mendasar yakni hak politik untuk memilih dan dipilih. Selain itu, jika dilihat dari persektif HAM, hak pilih merupakan bentuk kebebasan sipil dan politik yang harus dipenuhi negara.

Adapun kondisi darurat di tengah pandemi seperti ini, skenario Pilkada bisa diatur dengan memperkuat regulasi untuk memitigasi dampak penyebaran COVID-19. Pemerintah bersama KPU sudah menerbitkan sejumlah aturan agar Pilkada tetap demokratis dan aman COVID-19.

Sejumlah elemen masyarakat juga sudah berkontribusi mendukung kesuksesan Pilkada 2020 dan mensosialisasikan kepada masyarakat untuk tidak takut datang ke TPS nanti tanggal 9 Desember 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun