Mohon tunggu...
Kastrat BEM UI
Kastrat BEM UI Mohon Tunggu... Freelancer - @bemui_official

Akun Kompasiana Departemen Kajian Strategis BEM UI 2021. Tulisan akun ini bukan representasi sikap BEM UI terhadap suatu isu.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bijak Menyikapi Politik Dinasti

15 Juli 2020   17:36 Diperbarui: 15 Juli 2020   17:35 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Politik Dinasti (Sumber: diolah dari berbagai sumber)

Menurut Refly Harun, yang merupakan Ahli Tata Hukum Negara mengatakan bahwa menuntut seorang calon peserta pilkada tidak memiliki hubungan dengan petahana adalah suatu hal yang tidak fair, karena seseorang tidak bisa memilih untuk memiliki hubungan dengan keluarga tertentu (Kumparan, 2018).

Pencabutan ini juga diperkuat oleh Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang HAM yang mengatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Detik, 2017).

Apabila cara peraturan perundang-undangan tidak bisa diharapkan untuk menekan angka politik dinasti, terdapat cara lain yang lebih halus untuk mengatasi politik dinasti. Pertama-tama yaitu dengan cara meningkatkan literasi politik masyarakat agar memilih calon yang benar-benar memiliki kapasitas dan kapabilitas yang sesuai dan tidak sekedar karena modal popularitas.

Cara kedua yakni, menghilangkan politik uang dalam pemilihan, agar lebih banyak orang bisa berpartisipasi menjadi peserta dalam ajang Pilkada/Pemilu. Selama ini calon yang muncul berasal dari kelompok dinasti yang notabene telah memiliki sumber daya ekonomi yang banyak sehingga memungkinkan untuk melakukan money politics untuk membuat mereka terpilih.

Dalam survei LIPI 2019, terlihat bahwa 47 persen responden bersifat permisif terhadap politik uang (DW, 2019). Hal ini sejalan pendapat dosen Untirta Banten, Dahnil Anzar Simanjuntak yang mengatakan bahwa harus ada penyadaran dalam masyarakat bahwa transaksi pembelian suara dalam politik itu harus dilawan demi mencegah calon pemimpin yang korup.

Dahnil menambahkan, bahwa pasar politik yang oligopoli di Indonesia harus diubah. Sebabnya, selama pasar politik di Indonesia terus dikuasai oleh orang yang memiliki kemampuan finansial yang memadai, akan terus membuat orang-orang menjadi terbatas dalam ikut serta mencalonkan diri sebagai calon peserta pilkada (Kumparan, 2018).

Cara ketiga adalah menguatkan pelembagaan partai politik yang masih lemah dengan mendorong partai politik untuk membentuk kader yang benar-benar memiliki standar dalam memimpin serta memiliki kapabilitas serta tidak sekedar asal memilih calon yang punya modal ekonomi dan popularitas tinggi yang biasanya berasal dari politik dinasti (DW, 2019).

Donal Fariz, aktivis korupsi ICW berpendapat bahwa diperbolehkannya politik dinasti harus disertai transparansi dan akuntabilitas agar bisa mencegah nepotisme dan mengetahui seseorang bisa layak menjadi calon kepala daerah (Kumparan, 2018).

Kembali menilik pada awal pembahasan artikel ini, peran nepotisme sebagai tindakan yang menguntungkan keluarga atau kerabat diatas kepentingan publik, melatarbelakangi hadirnya politik dinasti dalam sistem perpolitikan di Indonesia. Bukti catatan sejarah serta penegasan data-data yang tersedia menyiratkan pada budaya politik dinasti sudah semakin mengakar di Indonesia.

Kesetiaan terhadap kerabat, ketenaran, dan sumber daya merupakan faktor yang mendorong seseorang melakukan politik dinasti. Konotasi negatif yang melekat pada politik dinasti membuat pemerintah berusaha mencegahnya dengan peraturan perundang-undangan. Meskipun sebelum pelaksanaannya, peraturan tersebut dibatalkan oleh kesamaan hak manusia dimata hukum.

Apabila peraturan perundang-undangan serta kaderisasi partai politik sudah tidak bisa diharapkan untuk menahan laju derasnya angka politik dinasti dari tahun ke tahun. Maka, hanya pencerdasan rakyat lah yang menjadi acuan akhir dalam memerangi politik dinasti di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun