Fakta yang di kutip dari Mongabay.co.id, bahwa Pemerintah Provinsi Kaltim hanya menyisakan 307 ribu hektare atau 15 persen dari total luasan bentang karst sangkulirang Mangaliahat. Â Selebihnya, dijadikan kawasan konsesi, mulai pertambangan batubara, bahan baku semen, perkebunan, hingga izin usaha pemanfaatan kayu hutan.
Dari fakta yang di sajikan diatas bahwa dikawasan karst diwilayah sangkulirang disisakan pemerintah hanya 15 persen, dan selebihnya merupakan wilayah pertambangan dll. Disini penulis mengangkat permasalahan/dampak dibidang social ketika wilayah tersebut benar di pergunakan sebagai wilayah pertambangan semen.Â
Dampak social itu sendiri merupakan Pengaruh/akibat dari suatu kejadian sehingga mengakibatkan perubahan baik bersifat positif maupun negatif bagi keadaan social. Kemudian akan ada dampak social yang dialami oleh masyarakat sekitar karst, yaitu sulitnya mata pencaharian masyarakat suku dayak Basab Lebo, karena goa-goa yang berada di Karst memiliki sarang burung walet yang menjadi sumber pendapatan warga sekitar.Â
Seperti yang dikatakan oleh Irwan, dari Forum Peduli Karst Kutai Timur berharap ada moratorium dari pemerintah mengenai izin pemanfaatan hasil Gunung Beriun. Beriun dan karst sama pentingnya. Beriun rusak, air tidak akan mengalir. Selain mengganggu kehidupan warga, itu juga akan mengganggu investasi di perkebunan sawit. Karst rusak, tidak akan ada yang menahan air dari Beriun, banjir besar bisa saja datang.
Di wilayah ini meskipun sebelumnya telah dilakukan AMDAL tetapi dalam pelaksanaanya belum melihat secara rinci dampak yang ditimbulkan dari pertambangan secara menyeluruh. Diharapkan pemerintah lebih bijak dalam memberikan izin pertambangan semen karst di daerah lain yang dieksploitasi untuk dijadikan Pabrik semen pada perkembangannya merusak ekosistem dan berdampak terhadap masyarakat sekitar.