Mohon tunggu...
kartina aprillia
kartina aprillia Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa program studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gadget: Teman Belajar atau Musuh Tersembunyi Anak SD?

3 Oktober 2025   01:49 Diperbarui: 3 Oktober 2025   01:51 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak sibuk bermain gadget (Sumber: https://pin.it/jQDcm3Tdc)

Di era digital saat ini, pemandangan anak SD yang asyik menatap layar gadget bukanlah hal asing bagi kita semua. Buku yang dulunya menjadi teman belajar, sekarang hanya tergeletak dan terbuka diatas meja sedangkan fokus anak terus saja pada layar kecil yang berkelip penuh warna. Berbagai distraksi seperti notifikasi game, aplikasi video singkat atau pesan singkat dari media sosial jauh lebih menarik perhatian mereka daripada buku pelajaran yang terbuka dihadapan mereka. Hal ini akhirnya menimbulkan sebuah pertanyaan besar: apakah gadget sebenarnya sahabat belajar anak, atau justru musuh tersembunyi yang diam diam merampas konsentrasi mereka?

Saat Layar Mengalihkan Fokus

Tidak dapat dipungkiri, gadget menawarkan banyak manfaat. Gadget sebenarnya memiliki potensi besar untuk mendukung pembelajaran anak. Banyak aplikasi edukasi yang dikembangkan untuk membantu anak SD memahami konsep sulit dengan cara yang lebih menyenangkan, misalnya melalui animasi, kuis interaktif, atau permainan edukatif. Video pembelajaran di platform digital juga bisa menjadi alternatif penjelasan yang lebih mudah dipahami dibanding sekadar membaca buku teks. Selain itu, penggunaan gadget dapat melatih keterampilan digital sejak dini. Anak-anak belajar mencari informasi, mengenal teknologi, bahkan mengembangkan kreativitas mereka melalui kegiatan seperti membuat presentasi sederhana atau menggambar digital. Gadget bisa menjadi "jendela dunia" yang memperluas wawasan anak dan membangun motivasi belajar. 

Namun, kenyataan di lapangan tidak sesederhana itu. Sebuah tinjauan sistematis yang diterbitkan di PubMed, 2022 menemukan bahwa sebagian besar anak dengan durasi layar tinggi justru mengalami masalah perhatian. Dari 11 studi yang dianalisis, mayoritas menunjukkan hubungan negatif antara screen time berlebih dengan kemampuan anak untuk fokus. Penelitian lain dari PubMed, 2025 bahkan menambahkan bahwa paparan layar berlebihan bukan hanya mengganggu konsentrasi, tetapi juga berkaitan dengan turunnya prestasi akademik, meningkatnya kecemasan, serta munculnya perilaku bermasalah. 

Fenomena ini sangat terasa dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia. Sebuah artikel dalam Jurnal PGSD, 2025 menunjukkan bagaimana anak-anak SD kini lebih tertarik membuka hiburan di Youtube, tiktok atau bermain game dibandingkan belajar apalagi mengerjakan PR.  Kondisi ini kerap terlihat dikeseharian anak: banyak dari mereka kehilangan jam tidur karena terlalu asyik bermain dengan gadget. Akibatnya, dikelas mereka mengantuk, kurang bersemangat, dan sulit mengikuti penjelasan guru. Guru pun akhirnya kewalahan, sementara orang tua menjadi kebingungan mencari cara agar gadget tidal sepenuhnya merebut waktu belajar anak. 

Menariknya lagi, dalam sebuah artikel yang dipublikasikan di Indonesia.go.id, 2025 disebutkan bahwa 39,71% anak usia dini di Indonesia  sudah menggunakan telepon seluler dan 35,57% di antaranya telah mengakses internet. Angka ini menunjukkan bahwa keterpaparan gadget sudah terjadi bahkan sebelum mereka memasuki bangu sekolah dasar. Selanjutnya, dari seluruh pengguna nasional, 9,17% merupakan anak-anak berusia di bawah 12 tahun. Fakta ini menegaskan bahwa anak SD kini bukan sekedar penonton, melainkan telah menjadi bagian nyata dari masyarakat digital. Jika sejak usia dini mereka sudah terbiasa dengan layar, maka potensi gangguan konsentrasi saat belajar di sekolah akan semakin besar apalagi jika tidak diimbangi dengan aturan yang jelas dan pendampingan orang tua maupun guru. 

Di luar mengenai fokus, ada pula ancaman lain yang menginati anak-anak di ruang digital. Salah satunya adalah cyberbullying. Meskipun hal ini tidak selalu terlihat secara langsung, namun dampaknya bisa merusak mental, khususnya rasa percaya diri bahkan akan memperburuk konsentrasi mereka dalam belajar. Distraksi ini semakin memperjelas bahwa gadget bukan hanya sekedar hiburan, tetapi bisa menjadi tantangan serius dalam perkembangan anak.

Anak SD Butuh Bergerak, Bukan Hanya Menatap Layar

Bicara mengenai perkembangan, anak SD berada pada tahap perkembangan yang sangat membutuhkan pengalaman belajar langsung. Mereka bukan hanya perlu belajar dengan membaca dan mendengar, tetapi juga melalui gerak tubuh misalnya permainan, pengamatan yang melibatkan aktivitas fisik secara langsung. Inilah yang disebut aspek kinestetik. Saat anak bergerak, melompat, menulis atau bahkan bermain memerankan sesuatu, otak mereka juga ikut aktif. Aktivitas Semacam ini  membantu memperkuat konsentrasi, karena energi fisik tersalurkan sekaligus menstimulasi berbagai bagian otak. 

Sayangnya, penggunaan gadget yang berlebihan sering membuat anak terjebak pada aktivitas pasif, anak hanya akan duduk diam berjam-jam menatap layar gadgetnya. Mereka kehilangan kesempatan untuk mengeksplorasi dunia nyata melalui gerakan. Akibatnya, bukan hanya kemampuan mereka dalam mempertahankan fokus saja yang terancam tetapi juga pada kesehatan fisiknya. 

Menjadikan Gadget Benar-benar Sebagai Teman Belajar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun