Mohon tunggu...
Kartika Wulansari
Kartika Wulansari Mohon Tunggu... Desainer - Disainer

Suka pada cita rasa berkelas

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Semangat Baru Mencegah Terorisme di Indonesia

30 Mei 2018   21:42 Diperbarui: 30 Mei 2018   22:05 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesaat setelah Indonesia mendapat rentetan terror pada tahun 2000- dan mencapai puncaknya pada tahun 2002 dengan bom Bali Oktober, Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah soal Pemberantasan terorisme. Aturan tersebut emudian bertransformasi dan menghasilkan UU n0 15 tahun 2003 yang menekankan tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Dunia pun berkembang termasuk situasi yang menyangkut terorisme. Kecepatan dan teknologi berkembang sedemikian cepat sehingga juga mengubah pemahaman dan perilaku orang terhadap terorisme, dimana pengaruhnya lebih cepat dan bisa melampaui sekat geografis.

Penyebaran terorisme diyakini berawal dari berkembangnya paham radikalisme. Faham itu berkembang karena berkembangnya faham intoleransi di masyarakat dunia. Berkembangnya tidak saja melalui cara konvensional tapi kini memanfaarkan perkembangan teknologi yaitu internet dan media sosial. Juga pertemanan dan grup-grup whatsapp dan telegram.

Karena kondisi itu, maka pemberantasan tidak saja hanya menyoal agar terorisme tak ada di negara kita, tapi juga memperhatikan aspek pencegahan melalui berbagai media yang disebutkan di atas. Karena itu revisi atas UU no 15 tahun 2003 tidak hanya menyangkut upaya pemberantasan saja, tapi juga soal pencegahan, soal penanganan korban, soal keembagaan, soal pengawasan dan peran TNI.  

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyambut dengan baik revisi UU ini karena dipandang memperkuat aspek hak-hak korban terorisme. Sebelumnya hak korban hanya dua yaitu kompensasi dan restitusi, namun kini bahasannya menjadi kompleks karena banyak hal yang akan difasilitasi oleh negara dengan UU ini.

Aspek yang tak kalah penting adalah aspk pencegahan. Seperti kita tahu bersama negara kita sering dianggap lemah untuk pencegahan terorisme karena banyaknya aksi terorisme yang terjadi. Namun banyak yang tak sadar hal itu karena ketentuan-ketentuan (payung hukum) untuk mencegah aksi terorisme itu sangat lemah karena sering dianggap bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).

Kini revisi UU itu sudah disahkan sehingga aparat punya pijakan kuat untuk melakukan pencegahan terhadap tindak terorisme. Hal-hal kecil yang dulu dianggap remeh temeh semisal mengumpulkan dokumen untuk aksi terorisme dapat dianggap sebagai pelanggaran, sehingga diharapkan masyarakat juga tak main-main untuk melakukan kegiatan yang mungkin bersinggungan dengan terorisme.

Malaysia malah punya ISA (internal Security Act) yang merupakan peninggalan Inggris  yang diteruskan oleh Malaysia ketika pengaruh komunisme mulai masuk ke Negara itu. ISA cebderung represif karena memasukkan dugaan dan tanda-tanda awal ketika seseorang terindikasi terpengaruh oleh faham tertentu. Sebegitu ketatnya ISA diberlakukan , beberapa tokoh garis keras memutuskan untuk beroperasi di Filipina atau Indonesia yang dianggap lebih longgar.

Berkaca dari hal itu memang sudah saatnya Indonesia merevisi UU Anti Terorisnya agar dapat menyelamatkan Negara dan warga Indonesia dari bahaya teroris. Pencegahan adalah koridor penting untuk memberantasnya dan jangan dianggap sebagai hal yang represif. Terorisme mungkin saja terus akan berkembang jika kita tidak mengindahkan aspek pencegahan, sehingga UU ini memang mutlak diperlukan dan jadi semangat baru bagi Indoensia untuk berantas terorisme.

Semangat Baru Mencegah Terorisme Berkembang di Indonesia

Sesaat setelah Indonesia mendapat rentetan terror pada tahun 2000- dan mencapai puncaknya pada tahun 2002 dengan bom Bali Oktober, Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah soal Pemberantasan terorisme. Aturan tersebut emudian bertransformasi dan menghasilkan UU n0 15 tahun 2003 yang menekankan tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun