Mohon tunggu...
Kartika I. Prativi
Kartika I. Prativi Mohon Tunggu... -

Hidup bukan untuk mencari, namun untuk mempertahankan apa yang kita punya..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Seks? Siapa takut?

23 Januari 2011   11:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:16 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sudah banyak tersebar peringatan-peringatan, iklan-iklan layanan masyarakat, dan poster yang melarang seks bebas, atau “no sex until marriage”. Namun masih banyak saja masyarakat, lebih tepatnya muda-mudi yang tidak menghiraukan larangan tersebut. Bisa saja karena kurangnya pendalaman agama dan iman di lingkungan masyarakat dan keluarga mereka. Akan tetapi, tidak disangkal juga, banyak dari mereka yang mengaku religius tetap saja terjerumus dalam jurang kenikmatan itu. Mereka tahu bahwa seks sebelum nikah itu dilarang oleh agama. Namun, apa alasannya? Tidak banyak yang tahu kenapa, karena sering mereka tidak diberi penjelasan secara detil dan mendalam tentang konsep seksualitas (bukan hanya masalah sex!) menurut agama.

Selain itu, seks bebas selalu dikaitkan dengan masalah hamil diluar nikah dan penyakit HIV/AIDS. Memang banyak penyuluhan atau sosialisasi tentang bahaya tersebut. Bahkan iklan-iklan di televisi sudah menayangkan iklan layanan masyarakat atas himbauan untuk menjauhkan diri dari seks bebas agar tidak terserang penyakit itu. Iklan yang cukup sering justru iklan kondom, pengaman saat melakukan hubungan seks agar tidak “kebobolan”. Bagi saya hal ini sangat memprihatinkan karena remaja dan orang muda tidak diperbolehkan melakukan free sex semata-mata hanya untuk menghindari penyakit dan kehamilan. Pemahaman seperti inilah yang menurut saya keliru.

Disini pentingnya sex education ditanamkan sejak dini, sejak kanak-kanak. Bukan berarti anak-anak diajarkan tentang apa, mengapa, dan bagaimana melakukan hubungan seks itu. Namun, lebih kepada pemahaman mengenai seksualitas, yang oleh banyak orang artinya sudah dipersempit menjadi sexual intercourse, padahal seks itu bisa berarti jenis kelamin, kesehatan kelamin, atau segala sesuatu yang berhubungan dengan organ kelamin. Secara bertahap orang tua dan guru di sekolah seharusnya memberi pendidikan seks pada anak-anak sampai menginjak usia remaja.

Sejatinya, larangan untuk melakukan hubungan seks sebelum nikah tidak hanya didasari oleh kecemasan akan penyakit dan kehamilan. Remaja yang beranjak dewasa harus tahu fungsi dan tujuan dari seks yang sebenarnya. Bahwa untuk melakukan hubungan seks, suatu pasangan harus sudah siap akan segala tanggung jawab dan resikonya. Mereka harus siap akan segalanya: siap secara fisik/biologis, psikologis, dan finansial. Sexual intercourse harus dilakukan oleh pasangan suami istri, bukan karena takut hamil kalau dilakukan oleh pasangan yang belum menikah. Bukan juga untuk kesenangan dan kenikmatan semata. Sexual intercourse seharusnya didasari oleh cinta, bukan nafsu, karena hal ini adalah suatu pengungkapan cinta antara suami istri. Kebahagiaan yang seutuhnya dari sexual intercourse hanya bisa dicapai jika pasangan tersebut bebas dari rasa stress dan kecemasan, misalnya takut ketahuan, takut hamil, dan sebagainya (jadi bukan hanya terletak pada orgasme semata). Yang tidak kalah penting, suami dan istri harus mampu bertanggung jawab secara finansial, dalam arti mampu membiayai segala bentuk kebutuhan apabila seorang anak lahir ditengah-tengah mereka.

Tetapi alangkah baiknya bila kaum muda atau anak-anak tidak menyalahkan orang tua, masyarakat dan lingkungan karena kurang memberikan pengetahuan tentang seksualitas yang cukup. Mari kita saling introspeksi diri dan mencoba membuat perubahan ke arah yang lebih baik, dimulai dari diri kita sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun