Kinerja Ekonomi Jabar Belum Penuhi Harapan
"Keberhasilan tak hanya soal angka, tapi juga rasa keadilan."
Oleh Karnita
Pendahuluan
Langit cerah Bandung pada Selasa, 19 Agustus 2025, diselimuti hangatnya kabar dari survei Litbang Kompas berjudul "Warga Jabar Tak Puas Cara Dedi Mulyadi Tangani Pengangguran dan Kemiskinan" yang dimuat di Kompas.com. Laporan ini menyoroti kontras antara apresiasi masyarakat terhadap kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan kekecewaan mereka pada isu pengangguran serta kemiskinan. Berita ini segera menyedot perhatian publik, mengingat Jawa Barat adalah provinsi dengan populasi terbesar di Indonesia.
Konteksnya sangat relevan dengan situasi saat ini. Dalam satu sisi, warga memberi nilai tinggi pada akses air bersih, layanan kesehatan, hingga stabilitas harga kebutuhan pokok. Namun di sisi lain, data memperlihatkan ketidakpuasan nyata terkait ketersediaan lapangan kerja dan kebijakan pengentasan kemiskinan. Di sinilah terlihat ketidakseimbangan yang perlu ditelaah lebih jauh.
Penulis merasa tertarik mendalami laporan ini karena ia memotret paradoks yang khas dalam politik pembangunan di daerah. Apresiasi besar pada pelayanan publik nyatanya dibayang-bayangi kekecewaan mendalam dalam isu-isu ekonomi. Keadaan ini memperlihatkan pentingnya refleksi atas kebijakan yang menyentuh langsung kehidupan rakyat kecil.
Ketimpangan Antara Infrastruktur dan Ekonomi
Survei Litbang Kompas menyingkap fakta bahwa kepuasan publik terhadap infrastruktur dasar cukup tinggi. Penyediaan air bersih dan stabilitas harga menjadi dua indikator yang paling membanggakan dengan tingkat kepuasan di atas 78 persen. Namun, angka ini kontras dengan kepuasan terhadap penyediaan transportasi umum yang hanya 53,5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa infrastruktur fisik memang penting, tetapi aksesibilitas dan keberlanjutan ekonomi jauh lebih menentukan bagi warga.
Isu pengangguran muncul sebagai titik lemah paling serius. Hanya 31,4 persen responden yang menyatakan puas dengan upaya pemerintah dalam penyediaan lapangan kerja. Sebaliknya, 67,2 persen merasa tidak puas karena kesulitan mencari pekerjaan masih sangat nyata di lapangan. Kritik ini memperlihatkan adanya kesenjangan antara program-program yang digagas pemerintah dengan kebutuhan langsung masyarakat.