Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gedung 40 Lantai Dana Umat

19 Agustus 2025   07:11 Diperbarui: 19 Agustus 2025   07:11 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menag RI, Nasaruddin Umar saat  acara Wakaf Pendidikan Ditjen Pend.  Islam Kemenag RI, Gambir, Jakpus, (16/8/202 (KOMPAS.com/Singgih W.)

Karena itu, proyek ini harus disertai penguatan sistem, regulasi, serta pengawasan. Tanpa hal tersebut, gedung hanya akan menjadi simbol fisik yang indah namun kosong makna. Pesannya jelas: potensi besar tidak boleh dikelola dengan cara-cara lama yang penuh kelemahan.

Belajar dari Malaysia dan Negara Lain

Menteri Agama menyebut Malaysia sebagai contoh tata kelola wakaf yang terintegrasi dengan baik. Negeri jiran itu berhasil membangun gedung khusus sebagai pusat pengelolaan dana umat yang profesional. Perbandingan ini relevan karena menunjukkan pentingnya kelembagaan yang kuat.

Namun, meniru saja tidak cukup. Indonesia memiliki kompleksitas sosial, hukum, dan budaya yang berbeda. Pesan pentingnya adalah adaptasi harus mempertimbangkan konteks lokal agar model yang diterapkan tidak gagal. Kritik yang perlu disampaikan adalah jangan hanya meniru bentuk gedung, tetapi juga meniru kualitas tata kelola.

Refleksinya, Indonesia justru berpeluang menciptakan model baru yang lebih inovatif. Gedung 40 lantai bisa menjadi pusat integrasi dana umat, tetapi keberhasilannya diukur dari manfaat nyata, bukan hanya megahnya fisik bangunan.

Menjawab Tantangan Akuntabilitas

Pertanyaan mendasar publik adalah: bagaimana menjamin akuntabilitas Rp 500 triliun dana umat? Sejarah mencatat banyak dana sosial yang bocor atau disalahgunakan karena pengawasan lemah. Gedung yang direncanakan ini harus didesain sebagai pusat transparansi, bukan sekadar kantor mewah.

Pesannya, masyarakat perlu dilibatkan melalui sistem informasi publik yang terbuka. Laporan keuangan lembaga pengelola dana umat harus bisa diakses oleh publik, seperti halnya badan publik lainnya. Kritiknya, jangan sampai pembangunan gedung justru menambah beban anggaran tanpa menghasilkan transparansi.

Refleksi pentingnya adalah kepercayaan publik hanya bisa tumbuh jika ada keterbukaan, audit independen, serta partisipasi masyarakat. Gedung ini harus menjadi simbol integritas, bukan sekadar simbol kebanggaan politik.

Antara Ikon Kota dan Simbol Umat

Bundaran HI adalah salah satu titik ikonik Jakarta. Membangun gedung 40 lantai di lokasi ini berarti menempatkan dana umat di pusat perhatian nasional. Pilihan lokasi yang strategis ini bisa mengangkat martabat lembaga pengelola dana umat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun