Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Antara Praktis dan Problematis: Menimbang Ijazah Digital di Sekolah Kita

7 Mei 2025   07:12 Diperbarui: 7 Mei 2025   07:12 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi selalu mengundang harapan. Tapi setiap harapan akan diuji oleh kesiapan. (Dok. Tirto.id.)

Antara Praktis dan Problematis: Menimbang Ijazah Digital di Sekolah Kita
"Inovasi selalu mengundang harapan. Tapi setiap harapan akan diuji oleh kesiapan."

Oleh Karnita

Pendahuluan: Ketika Ijazah Tak Lagi Sekadar Bukti Belajar

Polemik soal keaslian ijazah Bapak Joko Widodo, menyeruak sejak 2019 dan memuncak pada 2022 saat Bambang Tri Mulyono menggugat keabsahannya ke pengadilan. Meski gugatan dicabut dan UGM menyatakan ijazah Jokowi sah, sebagian publik tetap curiga. Pada 2025, Jokowi melaporkan lima orang yang menyebarkan tudingan ini---dua di antaranya, Bambang Tri dan Gus Nur, divonis enam tahun penjara karena menyebar hoaks dan ujaran kebencian.

Kasus serupa tak hanya terjadi pada Pak Jokowi. Tokoh nasional lainnya juga  sempat dilaporkan dalam dugaan penggunaan ijazah palsu saat mencalonkan diri pada 2009, meski kasusnya tak berlanjut. Rentetan kasus ini menegaskan bahwa ijazah bukan sekadar dokumen administratif, tapi juga bisa menjadi senjata politik. Maka, muncul pertanyaan mendesak: bagaimana sistem kita memastikan ijazah benar-benar sah dan terverifikasi?

Sekarang, di tengah gemuruh isu ini, pemerintah mengusung gagasan mengganti ijazah fisik dengan versi digital elektronik. Tujuannya jelas: untuk mempermudah verifikasi dan mencegah pemalsuan. Namun, dalam setiap langkah teknologi baru, ada juga tantangan yang tak kalah besar. Infrastruktur yang belum merata, masalah privasi, dan ketergantungan pada teknologi yang bisa jadi memperburuk ketimpangan. Apakah ijazah digital benar-benar akan menjawab keresahan lama kita? Atau justru akan membuka babak baru dari masalah yang lebih kompleks? Sebuah pertanyaan besar yang menunggu jawabannya di tengah perjalanan menuju digitalisasi yang semakin tak terelakkan.

1. Efisiensi Administratif: Antrean Panjang yang Akhirnya Usai

Salah satu argumen terkuat dari pendukung ijazah digital adalah efisiensi. Selama ini, proses pencetakan ijazah melalui dinas pendidikan sering kali memakan waktu lama, disertai antrean distribusi yang berjenjang dan penuh birokrasi. Dengan sistem baru, proses ini menjadi lebih ramping dan cepat. Tak ada lagi ketergantungan pada jadwal pencetakan massal yang bisa molor. Waktu tunggu yang dulunya berbulan-bulan kini bisa ditekan menjadi hitungan hari.

Sekolah kini cukup mengakses laman Sistem Informasi Pengelolaan Data Pendidikan (SIPDP) dan mencetak secara mandiri. Tak perlu lagi menunggu logistik dari pusat atau khawatir dokumen hilang di perjalanan. Kepala sekolah memiliki kendali penuh atas validasi dan pencetakan ijazah. Sistem ini juga memungkinkan pemantauan real-time oleh dinas pendidikan. Transparansi meningkat, akuntabilitas ikut terdongkrak.

Bagi guru dan operator sekolah, ini bisa memangkas pekerjaan administratif yang menyita waktu. Mereka bisa lebih fokus pada substansi pendidikan, bukan lagi terjebak urusan surat-menyurat yang memusingkan. Dengan otomatisasi, risiko kesalahan input juga berkurang. Efisiensi ini berpotensi memperbaiki ekosistem administrasi pendidikan secara menyeluruh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun